Suara.com - Aplaus menggema di Grimaldi Forum, Monaco, Kamis (30/8/2018) malam. Namanya terpampang besar dalam huruf kapital disertai ilustrasi trofi di sebelah kanannya, di layar raksasa di belakang panggung.
Perwakilan federasi, pesepakbola dan sejumlah legenda lapangan hijau yang hadir berdiri, memberikan penghargaan sebesar-besarnya bagi penggawa Real Madrid, jawara Liga Champions musim 2015/16, 2016/17 dan 2017/18.
Dia adalah Luka Modric, pemain asal Kroasia berusia 32 tahun yang baru saja didaulat sebagai gelandang terbaik musim 2017/18 dan pemain terbaik UEFA 2017/18.
"Saya ingin mendedikasikan ini untuk pelatih saya dan rekan satu tim saya. Mereka ada di saat-saat baik dan juga saat-saat yang tidak begitu baik jadi ini untuk mereka," ujar Modric usai menyingkirkan dua kandidat lainnya; Mohamed Salah (Liverpool) dan bekas rekannya sendiri di Madrid, Cristiano Ronaldo.
Baca Juga: Ini 40 Lokasi Parkir untuk Penutupan Asian Games 2018
Dua penghargaan yang diterima Modric itu, merupakan penghargaan individu yang kesekian kalinya diterima pemain yang memiliki tinggi badan 1,7 meter tersebut.
Dua penghargaan itu melengkapi deretan penghargaan individu yang kini menghiasi kediamannya di kawasan La Moraleja. Bukti prestasi yang seakan mengubur mimpi buruk Modric akibat kekejaman perang di masa kecil.
Kejamnya perang dan sepak bola sebagai pelepas beban
Luka Modric merupakan anak sulung pasangan Stipe Modric dan Radojka Dopud, buruh pabrik pakaian. Modric lahir pada 9 September 1985 di desa Modrici yang terletak di daerah pegunungan Velebit, sebelah utara kota Zadar, Kroasia, yang saat itu masih menjadi bagian dari wilayah Yugoslavia.
Secara ekonomi, keluarga Modric hidup pas-pasan. Penderitaan Modric sekeluarga pun bertambah ketika pecah perang saudara di tahun 1991. Ketika Kroasia berjuang untuk kemerdekaan.
Baca Juga: Korban Gempa Lombok Ikut Bangun Rumah, Puan: Biar Tak Bengong
"Saya masih berusia enam tahun. Ini adalah saat-saat yang sulit. Saya mengingat semuanya dengan jelas. Tapi ini bukanlah sesuatu yang anda ingin kenang," ujar Modric seperti dikutip news.com.au.
"Saya sering merenung atas apa yang terjadi di masa kecil di Kroasia. Semua itu memicu saya agar tidak mudah menyerah."
Di era peperangan, Modric menghabiskan masa kecilnya di beberapa penampungan. Rumahnya di Modrici dibakar hingga rata dengan tanah setelah kakeknya dieksekusi pemberontak Serbia. Sang ayah pun memutuskan untuk bergabung dengan tentara Kroasia, meninggalkan Modric, ibu dan adik-adiknya ke medan perang.
Hidup di penampungan di kota Zadar, nyawa Modric dan pengungsi lainnya masih terancam. Karena bom kerap menghujani kota itu selama empat tahun berlangsungnya peperangan.
Namun siapa sangka, di masa-masa sulit itu mental Modric kecil mulai terbentuk. Untuk melupakan penderitaan, Modric pun mulai mengalihkan pikirannya dengan bermain sepak bola di penampungan.
Atas bantuan pamannya, satu tahun berlangsungnya perang, Modric pun mulai bersekolah. Di mana dirinya semakin akrab dengan sepak bola.
"Saya mendengar tentang anak yang hiperaktif yang selalu menggiring bola di pengungsian, bahkan tidur dengan bola," ujar Josip Bajlo yang melatih Modric kecil di NK Zadar.
"Dia sangat kurus. Tubuhnya kecil, tidak sesuai dengan usianya. Tapi ketika melihatnya bermain bola, anda sadar ada yang istimewa dari anak itu," sambungnya seperti dikutip The Guardian.
Turnamen antar kamp pengungsian, menjadi turnamen pertama Modric kecil yang tergabung di klub kecil NK Zadar. Turnamen pelipur lara yang mempertemukannya dengan Tomislav Basic yang hingga saat ini dianggap Modrid sebagai ayah angkat.
Bertubuh kecil dan kurus, membuat Modric kesulitan untuk bergabung dengan klub yang bisa menjadikannya pesepakbola profesional. Hajduk Split, klub sepak bola regional di Dalmatia pun menolak Modric mentah-mentah hanya karena penampilan Modric yang sangat tidak meyakinkan.
Namun Basic tidak putus asa. Keyakinannya akan bakat Modric, membuatnya berjuang keras hingga Modric, yang saat itu berusia 16 tahun, diterima Dinamo Zagreb. Satu tahun kemudian, Modric dipinjamkan ke Zrinjski Mostar dan pertama kalinya bermain di Liga Utama Bosnia dan Herzegovina.
"Seseorang yang bermain untuk Liga Bosnia bisa bermain di mana saja," kenang Modric dalam wawancara dengan SBS, stasiun televisi Australia, pada 2009 silam.
Dari Zagreb, petualangan ke Inggris dan Spanyol di mulai
Menghabiskan dua tahun sebagai pemain pinjaman, di tahun 2005 Dinamo Zagreb memanggil Modric pulang dan memberinya kontrak berdurasi 10 tahun. Ini menjadi awal perbaikan ekonomi Modric dan keluarganya. Dengan uang hasil kontrak jangka panjang tersebut, Modric yang saat itu berusia 19 tahun membeli sebuah flat di Zadar untuk ibu dan adik-adiknya.
Tiga tahun membela Dinamo Zagreb, klub-klub raksasa Eropa mulai melirik. Barcelona, Arsenal dan Chelsea terus memantau, tapi memutuskan untuk menunggu.
Di awal musim 2008/09, Tottenham Hotspur bergerak cepat atas permintaan manajer Juande Ramos yang jatuh hati pada Modric. Modric pun resmi merumput di Liga Premier Inggris pada 26 April 2008 setelah Tottenham sepakat membayar 16,5 juta pound kepada Zagreb.
Empat musim berseragam Spurs, Modric yang sudah semakin dikenal memutuskan hijrah ke Real Madrid di tahun 2012. Dengan nilai transfer 30 juta pound, Modric meneken kontrak berdurasi lima tahun dan mendapatkan perpanjangan kontrak di awal musim 2014/15.
Kini, setelah enam musim berseragam el Real, Modric pun dikenal sebagai salah satu pemain lapangan tengah terbaik di dunia. Sejumlah gelar bergengsi diraihnya bersama Madrid, diantaranya satu gelar La Liga dan empat trofi Liga Champions.
"Modric adalah pemain yang luar biasa. Salah satu gelandang terbaik di dunia saat ini. Dia mampu bermain di lebih satu posisi," ujar Carlo Ancelotti saat menukangi PSG di tahun 2013 seperti dikutip Marca.
Bela Kroasia di tiga Piala Dunia dan Piala Eropa
Hingga tulisan ini dibuat, tercatat sejak tahun 2006, Modric sudah 113 kali membela tim nasional senior Kroasia. Tiga ajang Piala Dunia (2006, 2014 dan 2018) dan tiga turnamen Piala Eropa (2008, 2012 dan 2016) dilakoni Modric bersama Vatreni- julukan timnas Kroasia.
Di Piala Dunia 2018, Piala Dunia yang mungkin menjadi Piala Dunia terakhir Modric, Kroasia berhasil tampil di babak final dan keluar sebagai runner up pesta akbar sepak bola dunia empat tahunan itu.
Atas peran gemilangnya di lini tengah Kroasia, Modric pun diganjar penghargaan Bola Emas oleh FIFA.
Berpenghasilan besar namun memilih hidup sederhana
Melewati masa kecil dengan penuh derita dan kerja keras, Modric kini sudah menuai hasil. Dilansir dari news.com.au, Modric saat ini menerima gaji sebesar 320,000 USD atau sekitar Rp 4,7 miliar per pekan.
Memiliki penghasilan besar, tak lantas membuat Modric hidup penuh kemewahan. Dirinya memilih hidup sederhana bersama Vanja Bosnic, wanita yang dinikahi Modric pada tahun 2010, di sebuah kawasan di La Moraleja, Madrid, Spanyol.
Modric dan Vanja saat ini dikaruniai tiga orang anak; Ivano, Ema dan Sofia.