Suara.com - Piala Presiden merupakan turnamen pramusim yang pertama kali digelar pada tahun 2015. Awalnya, turnamen ini bukanlah turnamen pramusim, melainkan turnamen yang digelar untuk mengisi kekosongan kompetisi menyusul sanksi FIFA terhadap PSSI.
Seperti diketahui, PSSI dijatuhkan sanksi oleh FIFA pada bulan Mei 2015 menyusul kisruh persepakbolaan Indonesia yang diawali pembekuan PSSI oleh Kemenpora. Pada tahun 2017, setelah terbebas dari sanksi FIFA, PSSI pun kembali menggelar Piala Presiden sebagai turnamen pemanasan sebelum digelarnya Liga 1.
Tahun ini, Piala Presiden sudah memasuki edisi ketiga. Pengemasannya pun semakin baik dari dua edisi sebelumnya, dan menjadi turnamen yang dinantikan oleh pecinta sepak bola tanah air.
Pada edisi ketiganya, terobosan baru dilakukan di turnamen ini. Hal ini dilakukan guna menjalankan arahan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menginginkan adanya pergerakan ekonomi kerakyatan, sekaligus transparansi.
Contoh terobosan yang dimaksud bisa terlihat pada sesi waterbreak babak kedua pertandingan. Panitia akan mengumumkan sejumlah data yang berkaitan dengan pertandingan hari itu. Mulai dari jumlah penonton hingga jumlah pedagang asongan yang mengais rezeki di stadion.
"Transparansi merupakan bagian dari komitmen kami untuk menjaga kemurnian Piala Presiden ini," kata Ketua Steering Committe (SC) Piala Presiden 2018 Maruarar Sirait, beberapa waktu lalu.
Dengan demikian, penonton yang hadir di stadion atau menyaksikan pertandingan lewat layar kaca bisa mengetahui jumlah pendapatan yang diterima oleh tuan rumah. Serta banyaknya jumlah pedagang kaki lima di sekitar stadion dan pedagang asongan yang menjajakan dagangan mereka di antara ribuan suporter yang hadir.
Bagi para pedagang, gelaran Piala Presiden membawa berkah tersendiri. Antusiasme pecinta sepak bola yang tersalurkan lewat kehadiran langsung mereka di stadion, berarti rezeki bagi para pedagang.
"Selama ini saya belum dengar kalau ada keluhan pedagang tidak dibayar oleh pembelinya. Pedagang seluruhnya senang, ini bagus sekali," tambah Maruarar.
Berkah tersebut sangat dirasakan oleh para pedagang di sekitar Stadion Manahan, Solo, saat berlangsungnya babak perempat final Piala Presiden pada 3 dan 4 Februari kemarin.
Sesuai dengan data yang dikumpulkan oleh panitia penyelenggara, total ada 276.696 penonton yang hadir ke stadion dari empat pertandingan. Sementara total ada 5558 pedagang kaki lima dan 3044 asongan yang berusaha mengais rezeki.
Sutarto, salah satu pedagang yang membuka lapak di sekitar stadion Manahan mengaku dagangannya cukup laris. Meski hanya mengambil untung sedikit, penghasilannya pun meningkat drastis.
"Yang paling laris dibeli itu syal Persebaya dan Persija. Saya jual ada yang Rp55 ribu dan Rp35 ribu. Saya hanya ambil untung dari Rp7 ribu sampai Rp10 ribu," kata Sutarto kepada Suara.com.
Senada dengan Sutarto, makanan yang dijajakan Sumarni juga laris manis. Sumarni mengaku dagangannya selalu habis terjual, bahkan sebelum pertandingan usai digelar.
"Cepat habisnya, apalagi gorengan. Jadi pas mulai pertandingan, anak saya beli bahan lagi buat dimasak, jadi nanti pas selesai ada lagi," ujar Sumarni.
Gelaran babak delapan besar Piala Presiden di Solo memang patut diacungi jempol. Selain membawa berkah dan menjadi hiburan bagi masyarakat, turnamen tersebut berjalan sukses tanpa diwarnai kericuhan berarti yang selama ini kerap menghambat perkembangan sepak bola Indonesia.
Meski saat itu tiga kelompok suporter terbesar di Indonesia, yaitu Jakmania (Persija Jakarta), Bonek (Persebaya Surabaya), dan Aremania (Arema FC) memadati Stadion Manahan, tidak satupun kericuhan terdengar oleh panitia penyelenggara. Bahkan diantara Aremania dan Bonek yang kerap saling bergesekan di masa lalu.
Terlepas dari hal di atas, memang masih ada beberapa kekurangan di turnamen pramusim edisi ketiga ini. Diantaranya adalah masalah distribusi tiket pertandingan, banyaknya tiket palsu yang beredar dan penonton tidak bisa masuk ke stadion lantaran tidak kebagian tiket.
Hal itu terjadi saat Persebaya Surabaya berhadapan dengan PSMS Medan. Banyak dari Bonek yang tidak bisa masuk stadion karena belum mendapat tiket.
Guna menghindari hal yang tidak diinginkan, panitia bergerak cepat dengan menyiapkan layar lebar di stadion. Bahkan, Ketua SC Maruarar membeli tiket untuk dibagikan secara gratis kepada penonton yang tidak bisa masuk.
"Ada sekitar 300 suporter yang tidak bisa masuk. Akhirnya kami membayarkan Rp9 juta ke panitia. Kami juga menghargai mereka," kata Ara sapaan akrab Maruarar.
Di pertandingan berikutnya, panitia mengambil langkah cepat sehingga tidak ada lagi masalah di laga antara Persija Jakarta vs Mitra Kukar dan Arema FC vs Sriwijaya FC.
Kini, Piala Presiden 2018 sudah memasuki babak akhir. Tak lama lagi dua dari empat tim yang kini melakoni laga hidup mati di semifinal akan mengantongi tiket partai final. Partai puncak Piala Presiden 2018 rencananya akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada 17 Februari mendatang.