Suara.com - Hari ini, 45 tahun yang lalu, Marcos Evangelista de Morais lahir di Sao Paulo, Brasil. Lelaki yang akrab disapa Cafu ini adalah veteran lapangan hijau yang dikenal lewat sepak terjangnya bersama Tim Samba Brasil.
Empat kali membela Selecao di ajang Piala Dunia, tiga kali Cafu sukses membawa Tim Samba menembus partai final, dan memenangkan dua diantaranya, yakni pada tahun 1994 dan 2002. Ia jadi satu-satunya pesepakbola profesional yang tampil di tiga partai final Piala Dunia, bahkan pendahulunya, Si Mutiara Hitam Pele pun hanya tampil di dua laga puncak.
Di masa jayanya, Cafu dikenal sebagai bek handal yang cerdas dan pandai memanfaatkan peluang. Ditopang kemampuan teknik, kedisiplinan, dan stamina prima, Cafu seakan jadi benteng yang amat sulit ditembus penyerang lawan.
Bertepatan dengan dihelatnya final Liga Champions dini hari tadi, Cafu merayakan ulang tahunnya. Siapa sangka, bek yang satu ini punya masa lalu tak terlalu menyenangkan di dunia sepak bola. Semasa kecil, anak yang lahir di kawasan kumuh Sao Paulo ini berulang kali ditolak masuk tim muda klub-klub besar Brasil macam Coronthians, Palmeiras, Santos, Atletico Mineiro, dan Portuguesa. Ia baru dapat kesempatan pada tahun 1988, saat tim muda Sao Paulo mau menerimanya.
Delapan belas tahun berkarier di dunia sepak bola profesional, Cafu sudah meraih banyak penghargaan, seperti Pemain Terbaik Amerika Selatan tahun 1994 dan dimasukkan dalam daftar 125 pemain terbaik FIFA yang masih hidup.
Mengawali kariernya bersama Sao Paulo, Real Zaragoza, dan Palmeiras, nama Cafu mulai berkibar saat dirinya dipinang Roma tahun 1997. Bersama klub Serie A itu, Cafu mencicipi gelar Scudetto pertamanya pada tahun 2001.
Enam musim berseragam Giallorossi, Cafu pindah ke Milan. Kiprah Cafu mencapai puncaknya saat membela Il Diavolo Rosso. Setengah dekade merumput di San Siro, Cafu kembali mengangkat gelar Scudetto dan meraih trofi Liga Champions pertama dan satu-satunya pada tahun 2007.