Suara.com - Hari ini, 31 tahun yang lalu, Edison Pieter Rumaropen lahir di Biak Numfor, Papua. Pieter Rumaropen, begitu ia lebih akrab disapa, merupakan striker sekaligus gelandang Persiwa, klub dari Kota Wamena, Provinsi Papua.
Siapakah Pieter Rumaropen ini? Kapten Persiwa Wamena ini memang bukan baru mencetak gol spektakuler atau menjadi man of the match dalam beberapa hari atau bebeberapa pekan belakangan. Namun, pemain berpostur 163 sentimeter ini pernah sekali jadi berita besar di jagat sepak bola tanah air.
Ya, tentu tak sedikit orang, khususnya Anda pecinta bola, masih mengingat apa yang dilakukan seorang Pieter Rumaropen pada suatu hari di bulan April tahun 2013 silam. Hari itu tepatnya tanggal 21 April 2013. Ketika itu, klub yang ia bela sedang menantang Pelita Bandung Raya (PBR) dalam sebuah laga lanjutan ISL.
Adalah keputusan wasit Muhaimin untuk memberikan hukuman penalti kepada Persiwa yang jadi awal pemicu 'popularitas' Pieter Rumaropen. Tak terima dengan keputusan Muhaimin, Rumaropen menghadiahi si wasit dengan bogem mentah tepat ke arah wajah. Alhasil, darah mengucur dari hidung Muhaimin. Sang wasit terpaksa keluar lapangan hijau dan mendapat beberapa jahitan di rumah sakit.
Komisi Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mengganjar aksi Rumaropen dengan larangan bertanding seumur hidup. Bagi seorang pesepakbola, sanksi semacam ini sudah bak sebuah 'hukuman mati'. Tak cuma itu, Rumaropen juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp100 juta.
Nama pemain yang pernah jadi laskar timnas U-23 di SEA Games 2005 itu langsung 'mendunia'. Dirinya, juga sepak bola Indonesia jadi bulan-bulanan media asing. Otomatis, mereka juga membongkar 'borok-borok' lain dari lapangan hijau di tanah air.
Kisahnya tak selesai sampai di situ. Rumaropen kembali jadi sorotan setelah sebulan kemudian, Komisi Banding PSSI 'mengkorting' 'hukuman mati' Rumaropen, dari larangan aktif seumur hidup menjadi larangan aktif hanya satu tahun dan denda Rp100 juta. Usia Rumaropen yang sudah terlalu tua untuk ukuran pemain sepak bola, juga karena sepak bola jadi sumber pemasukan utamanya sebagai tulang punggung keluarga, jadi alasan pemangkasan hukuman. Lagi-lagi, putusan tersebut menuai kritik pedas dari berbagai kalangan.
Kini, setahun lebih sudah berlalu sejak keputusan final PSSI dijatuhkan. Rumaropen sudah kembali merumput bersama Persiwa, klub berjuluk Badai Pegunungan. Tentu akan sangat elok bagi Rumaropen, lelaki yang juga menyandang status sebagai pegawai negeri sipil di Kabupaten Jayawijaya, untuk menunjukkan prestasi ketimbang sensasi.