Hari ini, 51 tahun yang lalu, Carlos Caetano Bledorn Verri lahir di Ijui, Brasil. Namanya memang terdengar asing. Namun Anda pecinta bola, pasti mengenal dirinya dengan baik. Ya, dialah Dunga, pelatih tim nasional Brasil yang juga mantan anggota skuat peraih trofi Piala Dunia tahun 1994.
Adalah sang paman, orang pertama yang memberikan julukan itu kepada Carlos. Dunga merupakan bahasa Portugis untuk Dopey, salah satu kurcaci dalam dongeng Putri Salju. Posturnya pendeknya-lah yang membuat sang paman memberikan julukan itu. Namun, toh nama Dunga terus ia pakai sampai saat ini, meski dirinya sudah tak pendek lagi.
Gelandang blasteran Italia dan Jerman itu pertama kali menyedot perhatian dunia sepak bola ketika membawa Tim Samba mengangkat trofi Piala Dunia 1994, setelah puasa gelar kompetisi bergengsi tersebut selama 24 tahun. Ketika itu, ban kapten melingkar di lengannya. Empat tahun berselang, Dunga kembali dipercaya sebagai kapten di Piala Dunia 1998 Prancis. Sayang, Selecao harus mengakui keunggulan tuan rumah di final. Sepanjang karier internasionalnya, Dunga memainkan 91 laga bersama Brasil dan mencetak enam gol.
Gantung sepatu pada tahun 2000, Dunga langsung dapat tawaran melatih timnas. Namun, permintaan itu ditolaknya dengan alasan tidak suka dengan gaya pengelolaan Konfederasi Sepak Bola Brasil. Baru enam tahun kemudian, Dunga didaulat menjadi arsitek Brasil menggantkan Carlos Alberto Parreira. Dalam melatih, Dunga terkenal gemar mencari pemain dari klub-klub yang jarang terdengar namanya. Pemain-pemain dari klub lokal Brasil juga jadi favoritnya.
Meski tanpa pengalaman menangani tim besar, Dunga mampu menunjukkan bahwa ia tidak main-main mengambil pekerjaannya sebagai pelatih. Ia mampu memimpin skuatnya memenangi Copa America 2007 dengan mengalahkan rival abadi Argentina 3-0.
Sayang, keberhasilan itu tak terulang di Piala Dunia 2010. Tim asuhannya terhenti di perempat final setelah dikandaskan Belanda 2-1. Personel skuat Dunga dikritisi banyak pihak, termasuk legenda Brasil, Sang Mutiara Hitam Pele. Dunga pun mundur dan menjajal peruntungan dengan melatih Internacional pada tahun 2013, klub terakhir yang ia bela lewat posisinya sebagai gelandang.
Brasil kembali memanggil Dunga menggantikan Luiz Felipe Scolari yang mundur usai gagal mempersembahkan kemenangan di Piala Dunia 2014 yang digelar di tanah sendiri. Kembali mengarsiteki timnas, Dunga langsung berbenah. Tambal sulam strategi dan pemain, termasuk penegakkan disiplin di kalangan pemain berbuah manis. Empat laga perdana di bawah asuhan Dunga, yakni laga persahabatan kontra Ekuador, Kolombia, Argentina, dan Jepang selalu dimenangkan Selecao.
Kedisiplinan, itu yang coba ditawarkan Dunga bagi Neymar dan kolega. Baru-baru ini, Dunga memodifikasi peraturan standar bagi pemain yang sebelumnya cenderung terlalu dimanjakan. Dunga melarang pemain memakai topi, anting, dan sandal jepit ketika sedang melakukan laga internasional. Para pemain tak pula diperbolehkan mempergunakan telepon genggam dan iPad ketika sedang makan atau di dalam ruang ganti. Dunga juga mengharamkan pemain berdiskusi soal politik dan agama di tengah-tengah laga internasional. Seperti apa jadinya Brasil di tangan Dunga?