Suara.com - Timnas Aljazair dijadwalkan menghadapi Jerman di babak 16 besar yang akan berlangsung pada Selasa (1/7/2014). Duel laga ini diparkirakan berlangsung seru lantaran hanya tim yang menang yang akan lolos ke perempat final. Apalagi yang mereka hadapi adalah tim tangguh.
Menjelang laga ini, para pemain Aljazair sedang menghadapi dilema, lantaran laga berlangsung bertepatan dengan puasa. Para pemain Aljazair yang mayoritas muslim ini apakah harus tetap berpuasa atau tidak. Puasa dikawatirkan mengurangi kebugaran para pemain, apalagi mereka bermain diwaktu sore hari waktu Brazil.
Kapten Aljazair, Madjid Bougherra menage sudah menjalani tantangan sebagai pemain muslim yang bermain di Eropa sejak lama. Saat memperkuat Rangers, dia mengaku tetap berpuasa dan menjaga penampilan.
"Hal paling sulit yaitu menjaga tidak dehidrasi. Namun cuaca cukup baik di Brasil. Sehingga puasa bisa saja," katanya. "Beberapa pemain akan menunda puasa di lain waktu. Saya tergantung kondisi fisik. Tapi saya pikir saya akan tetap puasa," tambahnya.
Di Aljazair, saat ini telah berlangsung euforia karena lolos kualifikasi dan masuk babak 16 besar Piala Dunia. Ini pertama kalinya dalam sejarah. Tak ayal, ada perbedaan pendapat terhadap pembebasan puasa para pemain ini.
“Pemain tidak diperbohlehkan untuk menghindari puasa hanya karena bermain sepakbola,” kata Mohammed Mekerkab, Ketua Asosiasi Ulama Aljazair.
Sementara Dr Hakim Chalabi, seorang spesialis kesehatan yang menemani tim ke Brasil, mengaku bahwa persoalan puasa dan olahraga itu adalah pertanyaan rumit karena ada kekawatiran dehidrasi dan peningkatan resiko cedera.
Dia mencatat bahwa puasa itu tidak selalu menjadi penghalang utama pemain. "Kami sering diminta untuk mendesak pemain tidak berpuasa. Anehnya, dalam beberapa kasus, ada atlet yang mendapatkan hasil yang lebih baik selama bulan Ramadan karena mereka ingin tetap berpuasa, " katanya. (theguardian)