Suara.com - Juara bertahan Spanyol akhirnya tersingkir secara tragis hanya dalam beberapa hari di Piala Dunia (PD) 2014, usai kalah mengejutkan di dua pertandingan awalnya. Tidak cukup dihajar Belanda 5-1 saja di laga pembuka, Spanyol lantas ternyata juga harus takluk di tangan Chile 2-0, Rabu (18/6/2014) di Maracana, Rio de Janeiro.
Banyak orang yang sedih, kecewa, tetapi cukup banyak juga yang berkomentar miring sekaligus penuh sindiran terhadap hasil ini. "RIP Tiki Taka" (Selamat Jalan Tiki Taka) adalah salah satu ucapan yang segera beredar luas di jejaring sosial internet. Apakah memang demikian?
Tiki taka alias taktik sepakbola yang mengutamakan permainan umpan-umpan pendek akurat milik Spanyol, memang ibarat salah satu "aliran" sepakbola paling banyak dibicarakan beberapa tahun belakangan. Banyak yang memuji dan memujanya, kendati ada juga satu-dua kritikan. Yang jelas, tiki taka-lah yang membuat Spanyol mendominasi Eropa dan dunia setidaknya dalam 6 tahun terakhir, lewat gelar juara Euro 2008, PD 2010, hingga Euro 2012.
Euro 2008 di bawah pelatih Luis Aragones bisa disebut sebagai gambaran awal kesuksesan tiki taka yang sekaligus menampilkan generasi emas Spanyol era modern. Selain juara di ajang itu, Spanyol buktinya juga mencatatkan pencetak gol terbanyak atas nama David Villa (4 gol), serta Xavi Hernandez sebagai Pemain Terbaik. Bahkan di final dengan skor 1-0 atas Jerman pun, Fernando Torres sebagai pencetak gol satu-satunya sekaligus dinobatkan sebagai Man of the Match.
Jika merujuk pada line-up final Euro 2008 itu saja, bisa disebut nama-nama penting generasi emas Spanyol beberapa tahun belakangan, yang bahkan masih ikut dibawa ke Brasil dalam beberapa hari ini. Mereka adalah Iker Casillas (kapten), Sergio Ramos, Andres Iniesta, Xavi, Cesc Fabregas, David Silva, Torres, hingga Xabi Alonso dan Santi Cazorla --tentu termasuk Villa yang di final kala itu tidak bermain.
Nama-nama itulah memang yang menjadi tulang punggung Spanyol, bersama Carles Puyol dan beberapa sosok lain, selama beberapa tahun terakhir. Nama-nama yang mengembangkan dan mempopulerkan tiki taka, sekaligus nama yang lantas melekat kuat dalam benak banyak orang di seluruh dunia; nama-nama yang kemudian menjadi idola.
Kini mereka telah pergi, atau tepatnya harus angkat koper lebih awal dengan muka tertunduk, dari perhelatan akbar sepakbola dunia tahun 2014. Lantaran sebagian di antara mereka tampaknya juga sudah siap menyingkir dari hiruk-pikuk sepakbola berlevel tinggi dengan pindah ke klub asing yang lebih "nyaman", banyak orang yakin generasi ini sudah akan menghilang.
Namun, akankah tiki taka benar-benar menghilang seiring perginya generasi emas Spanyol kali ini? Akankah ada generasi emas berikutnya, barangkali dengan mengandalkan "tiki taka yang disempurnakan"? Hanya waktu yang akan menjawabnya.