Suara.com - Dengan penyelenggaraan putaran final Piala Dunia (PD) 2014 tinggal tiga bulan lagi menjelang kick-off, dua produsen raksasa dunia olahraga, Adidas dan Nike, pun kian serius dalam menjalani "duel" layaknya persaingan Brasil dan Argentina.
Untuk diketahui, dua perusahaan raksasa itu memang mendominasi industri perlengkapan sepakbola yang bernilai lebih dari 5 miliar dolar AS (hampir Rp57 triliun) per tahun. Mereka saling bersaing menjadi raja dalam dunia olahraga ini lewat sepatu dan kostum, dengan menggunakan idola-idola seperti Lionel Messi (Argentina) sebagai "wakil" Adidas, atau Neymar (Brasil) yang identik dengan Nike.
Menjadi produsen sepatu sejak tahun 1950-an dan merupakan sponsor resmi Piala Dunia, Adidas yang asal Jerman menganggap sepakbola sudah menjadi wilayahnya. Mereka jelas tak ingin pasarnya diambil alih oleh kompetitor lebih muda asal Amerika Serikat (AS), Nike, yang sukses melakukannya di sejumlah cabang olahraga lain.
"Lupakan semua yang mungkin pernah Anda dengar atau baca soal lemahnya performa Adidas dalam sepakbola di tahun 2013. Kami masih memimpin di kategori yang sudah begitu identik dengan DNA Adidas ini," ungkap Chief Executive Adidas, Herbert Hainer, pekan lalu, seperti dikutip Reuters, Senin (10/3/2014).
"2014 adalah tahun sepakbola, dan ini juga akan menjadi tahun sepakbola Adidas," tambahnya, sambil menyebut target penjualan item terkait sepakbola yang mencapai rekor 2 miliar euro (Rp31,5 triliun).
Hanya saja, Hainer mengaku bahwa persaingan cukup keras, dengan Adidas dan Nike secara bersama menguasai 80 persen pangsa pasar produk-produk yang berhubungan dengan sepakbola.
Nike sendiri diketahui telah membangun bisnisnya secara perlahan namun pasti, sejak mulai terlibat serius dalam sepakbola 20 tahun lalu, saat Piala Dunia digelar di AS. Mereka meraup pendapatan 2 miliar dolar AS (Rp22,7 triliun) dari olahraga ini dan telah berani menyebut dirinya merek sepakbola terdepan.
Nike akan menyediakan kostum bagi tuan rumah Brasil, ditambah sebanyak 10 dari 32 kontestan lainnya di putaran final PD 2014 ini. Dari sisi ini, mereka sudah unggul dibanding Adidas, apalagi Puma (pesaing lainnya sebagai "kuda hitam").
Brand President Nike, Trevor Edwards, mengatakan bahwa angka penjualan pasti akan mendapat peningkatan signifikan dengan Brasil yang menjadi tuan rumah PD 2014 ini. "Kami sangat-sangat bersemangat atas kenyataan bahwa Piala Dunia digelar di Brasil. Ini akan berdampak ke seluruh dunia," tuturnya.
Digelar tiap empat tahun, Piala Dunia juga telah menjadi ajang pertunjukan inovasi desain sepatu sepakbola. Tiap produsen selalu mengklaim produk terbarunya memberikan keuntungan lebih bagi para pemain di pertandingan penting, sekaligus berharap angka penjualan besar di sepanjang tahun.
"Dalam hal kostum, Anda bisa saja tiba-tiba melihat lonjakan penjualan saat turnamen, tapi untuk sepatu dampaknya akan lebih panjang," ungkap Edwards lagi.
Pekan lalu, Nike secara resmi baru saja meluncurkan sepatu barunya, Magista, yang didukung teknologi Flyknit milik mereka di mana bagian atas sepatu dibuat dari bahan sintetis yang dijahit khusus.
Teknologi ini sudah digunakan pada sepatu-sepatu basket dan jogging milik Nike, dengan tujuan untuk menciptakan produk yang ringan namun juga tahan lama. Di sepakbola, pemain Spanyol Andres Iniesta dan penyerang Jerman Mario Goetze, termasuk yang dilibatkan dalam pengembangan sepatu ini.
Edwards mengatakan, para pemain mengaku menginginkan sepatu yang bisa terasa seolah telanjang kaki tapi kuat di ujungnya. Bagi pencinta sepakbola yang ingin mengikuti idolanya mengenakan sepatu ini, sayangnya, mungkin perlu merogoh kocek cukup dalam, karena harganya saat ini dibanderol 275 dolar AS (Rp3,1 juta) per pasang.
Adidas, sementara itu, sudah lebih dulu meluncurkan versi sepatu Samba warna-warninya sebagai bagian dari empat produk terbaru. Tapi mereka juga berencana memperkenalkan sepatu "jahitan" pada pertengahan Maret ini. Menurut Hainer pula, teknologi ini punya potensi dikembangkan sesuai ke arah mana dan bagaimana produk sepatu-sepatu Adidas dibuat.
Sedangkan Puma, yang sebenarnya berasal dari daerah asal yang sama dengan Adidas di Jerman, berharap PD 2014 akan menampilkan kembali olahraga performa ketimbang olahraga gaya (sebagaimana belakangan ini). Sehubungan dengan itu, mereka juga telah merilis produk sepatu ketat evoPOWER berwarna oranye cerah lengkap dengan tali sepatu kuningnya.
"(Produk) Ini terinspirasi dari sepakbola pantai yang telanjang kaki di Brasil," ungkap Direktur Kreatif Global Puma, Torsten Hochstetter.
Di sisi lain, teknologi ikut berbicara dalam hal desain kaus. Menurut pihak Adidas, kaus-kaus mereka di PD ini lebih ringan 50 persen ketimbang produk sebelumnya. Diketahui, sebanyak delapan tim akan menggunakan Adidas di PD mendatang, termasuk di antaranya juara bertahan Spanyol, juga Jerman dan Argentina.
Puma juga baru saja meluncurkan produk kostumnya pekan lalu, yang akan digunakan oleh delapan tim peserta PD 2014, termasuk di antaranya Italia, Swiss, serta empat tim asal Afrika. Kostum bergaya ketat ini diklaim menghadirkan teknologi pita yang didesain dapat menstimulasi otot-otot pemain.
"Ini didasarkan pada penggunaan pita plester oleh fisioterapis dalam memberi tekanan dan stimulasi (kepada pemain)," tutur Hochstetter pula.
Layaknya para pelatih tim kontestan, perusahaan-perusahaan yang bersaing ini juga menerapkan berbagai taktik guna meraih keuntungan. Nike misalnya, menggunakan pertandingan uji coba Brasil di Afrika Selatan pekan lalu untuk memperkenalkan dua varian, yaitu kostum tradisional Brasil desain terbaru berwarna kuning di babak pertama, lalu versi biru di penampilan babak kedua.
Sementara itu Adidas, menegaskan pentingnya media sosial dalam langka pemasaran mereka. Sebagai catatan, bola resmi PD 2024 mereka yang diberi nama Brazuca, itu memiliki akun Twitter sendiri yang dikelola dalam bahasa Inggris dan Portugal. Tidak main-main, "bola" itu sudah punya lebih dari 100.000 follower. (Reuters)