Suara.com - Ketidakpastian global yang terus meningkat akibat perang dagang terbuka antara negara-negara adidaya dan negara berkembang, ditambah dengan gejolak geopolitik di berbagai belahan dunia, telah menyebabkan fluktuasi besar dalam pasar keuangan internasional. Ditambah lagi dengan kebijakan moneter negara-negara besar, kondisi ini membawa konsekuensi logis berupa meningkatnya risiko investasi keuangan akibat ketidakpastian.
Melihat situasi ini, seluruh pemangku kepentingan, termasuk di Indonesia, dituntut untuk berpikir dan bertindak lebih strategis dalam merancang arah pengelolaan investasi yang adaptif dan berorientasi jangka panjang. Salah satu strategi kunci yang sedang dikembangkan adalah pengelolaan investasi negara melalui instrumen Sovereign Wealth Fund (SWF), yang di Indonesia dijalankan oleh Danantara.
Untuk memperdalam pemahaman mengenai pengelolaan investasi di tengah dinamika global ini, Perkumpulan Praktisi Jasa Keuangan Indonesia (PPJKI) bekerja sama dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyelenggarakan Seminar Investasi dan Keuangan Nasional 2025. Kegiatan ini dinilai penting karena memberikan gambaran kepada pelaku ekonomi mengenai pengelolaan dana investasi yang besar serta peluang yang bisa dicapai pada tahun 2025.
Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang juga Ketua Dewan Pembina PPJKI, Tito Sulistio mengatakan, tantangan sekaligus peluang investasi begitu terbuka lebar pada saat ini, di mana telah banyak terjadi disrupsi teknologi di berbagai sektor keuangan.
"Hal ini mendorong perlunya seluruh pemangku kepentingan di sektor jasa keuangan untuk membekali diri dengan berbagai informasi global, seperti melalui Seminar ini," ujar Tito di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Sementara, Praktisi Bisni Roy Sembel mengingatkan, pentingnya penguatan peran investor lokal dalam mendukung pasar keuangan nasional. Apalagi, bilang diaIndonesia dengan potensi jumlah penduduk yang banyak serta sumber daya alam yang begitu melimpah, setidaknya perlu memberdayakan investor ritel dan institusional lokal guna menumbuhkan pasar keuangan Indonesia yang lebih bergairah dan sehat.
"Agar ini bisa terjadi, maka Indonesia perlu berpacu dalam menghasilkan SDM yang dapat memiliki daya saing agar dapat menciptakan Indonesia yang adil, makmur serta bermartabat," kata dia.
Lebih lanjut, Indra Gunawan, Anggota Badan Pelaksana BPKH, menyampaikan keberhasilan lembaganya dalam mengelola dana haji. BPKH sebagai salah satu Lembaga yang mengelola dana haji sebesar Rp171 triliun, sangat berkepentingan untuk memperoleh gambaran atas kondisi global yang saat ini sedang terjadi, guna memberikan wawasan dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Meski berasal dari dana jemaah haji dan bukan dari APBN seperti SWF pada umumnya, BPKH mencatatkan performa yang luar biasa. Dengan nett return sebesar Rp11,6 triliun atau hampir 7 persen per tahun pada 2024 serta raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama enam tahun berturut-turut, BPKH menegaskan pengelolaan dana umat dapat dilakukan secara profesional dan akuntabel.
Baca Juga: Meski Ekonomi Lesu, Sri Mulyani Sebut Masyarakat Tetap Rajin Bayar Pajak
"BPKH dapat menjadi acuan Lembaga Pengelola Dana Umat (LPDU) yang dapat menjadi model ‘Sovereign Halal Fund’ seiring dengan gagasan Menteri Agama yang memiliki visi mengkonsolidasikan dana umat dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta potensi dana umat lainnya," imbuh dia.