"Untuk mendukung pengembangan teknologi pengolahan monasit, PT Timah Tbk bekerja sama dengan berbagai lembaga mitra teknologi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," katanya.
Selain itu, Dicky juga menjelaskan bahwa Rare Earth mengandung thorium yang dapat dioptimalkan menjadi sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dengan terus berupaya memanfaatkan potensi thorium dalam negeri, kita dapat berkontribusi dalam meningkatkan nilai tambah dari pengolahan logam tanah jarang untuk mendorong kemandirian energi.
Adapun, Pilot Plan pengembangan REE PT Timah telah dimulai sejak tahun 2010 silam, namun dalam perjalanannya, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan REE di dalam negeri seperti ketersediaan teknologi pengolahan yang terbukti dan dapat diimplementasikan secara komersial masih terbatas, kebutuhan akan mitra strategis yang memiliki teknologi dan pengalaman dan proses revitalisasi pilot plant memerlukan waktu dan dukungan teknis yang signifikan agar dapat berjalan optimal.
PT Timah terus berkomitmen untuk mengoperasikan pilot plan sebagai tahap awal validasi teknologi dan pengujian skala terbatas.
Kedepannya, PT Timah juga berencana untuk membangun pabrik pengolahan LTJ skala komersial dengan bahan baku dari monasit sebagai mineral ikutan timah. Meningkatkan kolaborasi strategis dengan mitra teknologi untuk percepatan penguasaan teknologi pengolahan LTJ.
"Dengan adanya pengembangan REE di dalam negeri, PT Timah berupaya untuk berkontribusi dalam rantai pasok industri berbasis LTJ nasional dan global, seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap unsur tanah jarang," tambah Dicky.
Proyek Rare Earth Element di Tanjung Ular menjadi tonggak penting karena REE merupakan komponen vital dalam pengembangan teknologi masa depan dan transisi energi ramah lingkungan.
Baca Juga: PT Timah (TINS) Buyback MTN Rp 391,25 Miliar