Mendirikan warung di puncak Lawu tidak masuk dalam rencana hidupnya. Namun, takdir membawanya bertemu dengan seorang pendaki gunung yang menginspirasinya untuk membangun sebuah rumah sekaligus warung kecil, sebuah langkah sederhana namun berdampak besar dalam memenuhi kebutuhan logistik para pendaki yang melintasi Lawu.
Salah satu hal yang paling mengesankan dari sosok Mbok Yem adalah kehidupannya yang menyatu dengan alam Lawu. Ia memiliki seekor monyet peliharaan yang diberi nama “Temon Aditya”, menjadi teman setia di tengah kesunyian puncak gunung.
Meskipun sang anak dan seorang pekerja sesekali membantu di warung, sebagian besar hari-hari Mbok Yem dihabiskan seorang diri di ketinggian, menjaga api semangat dan kehangatan bagi siapa pun yang singgah.
Perjuangan Mbok Yem untuk menjaga warungnya di ketinggian tidaklah mudah. Di masa-masa awal berjualan, ia harus memikul sendiri beban logistik ke puncak, hanya ditemani oleh anak angkatnya, Pak Muis, yang setia mendampinginya selama 17 tahun.
Namun, seiring bertambahnya usia dan menurunnya kondisi fisik, Mbok Yem mengandalkan jasa porter untuk mengangkut seluruh bahan makanan ke atas, sebuah pengorbanan finansial yang tidak kecil, mencapai Rp500.000 untuk setiap pengiriman.
Begitu pula saat ia harus turun gunung, kondisi fisiknya yang renta membuatnya tidak mampu lagi menuruni jalur terjal Lawu dengan berjalan kaki. Ia harus ditandu oleh dua orang porter dengan biaya yang cukup besar, mencapai satu juta rupiah per orang.
Diketahui bahwa Mbok Yem hanya turun dari puncak Lawu saat momen Lebaran Idul Fitri tiba, sebuah pengecualian dari rutinitasnya yang setia berada di ketinggian. Dengan tulus, Mbok Yem mengaku tidak ingin menjadi beban bagi anak-anaknya, dan berjualan di puncak Lawu menjadi caranya untuk tetap mandiri dan mewujudkan keinginannya tersebut.
Kepergian Mbok Yem meninggalkan lubang besar di hati para pendaki dan komunitas pencinta alam. Kisahnya adalah testament tentang ketahanan, dedikasi, dan kehangatan manusia di tengah kerasnya alam. Ia bukan hanya penjaga warung tertinggi, tetapi juga penjaga semangat Lawu, seorang ibu bagi ribuan pendaki yang mencari kehangatan dan persinggahan di tengah dinginnya puncak.
Kenangan akan senyumnya, nasi pecelnya yang sederhana namun nikmat, dan kehadirannya yang menenangkan akan terus hidup dalam cerita dan langkah kaki setiap pendaki yang pernah singgah di warungnya, mengabadikan Mbok Yem sebagai bagian tak terpisahkan dari legenda Gunung Lawu. Selamat jalan, Mbok Yem. Kisahmu akan terus menginspirasi.
Baca Juga: Galeri Foto: Antusiasme Warga Lereng Gunung Lawu Tonton Liga 4 Nasional