Suara.com - Dengan ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat dan nilai tukar rupiah yang terus berfluktuasi, investor retail Indonesia kini mencari strategi baru untuk menjaga nilai kekayaannya.
Salah satu strategi yang semakin populer adalah berinvestasi di saham luar negeri, khususnya saham-saham Amerika Serikat (AS).
Diversifikasi ke saham Amerika memberikan peluang untuk mengakses ekonomi terbesar di dunia, dengan potensi pertumbuhan jangka panjang.
Indeks S&P 500 saat ini berada di level yang cukup rendah, bahkan sempat menyentuh posisi Desember 2021 di angka 4.495,12.
Sebagai catatan, S&P 500 merupakan salah satu indeks acuan utama untuk melihat kinerja pasar saham AS secara keseluruhan, layaknya IHSG di Indonesia.
Salah satu penyebabnya adalah kebijakan tarif impor dari Presiden Donald Trump yang menimbulkan kekhawatiran soal perdagangan global.
Meski begitu, banyak perusahaan besar di AS masih mencatat kinerja yang cukup solid. Secara historis, S&P 500 memberikan imbal hasil rata-rata sekitar 10% per tahun.
Jika ditambah potensi penguatan nilai tukar USD terhadap rupiah sebesar 2–3%, total return bisa mencapai 13% per tahun.
Ini menjadikan pasar saham AS tetap relevan sebagai alternatif investasi global, termasuk bagi investor Indonesia.
Baca Juga: IHSG Betah Berada di Zona Hijau Hingga Akhir Perdagangan Kamis
Di dalam S&P 500, sejumlah saham teknologi seperti Google (GOOG) bahkan mencatatkan imbal hasil tahunan di atas 13%.