Penurunan yang berkelanjutan mengindikasikan adanya keraguan terhadap stabilitas pendapatan, peluang kerja, dan daya beli, yang pada akhirnya dapat mengerem laju konsumsi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Sebelumnya, kabar suram datang dari data survei Bank Indonesia (BI). Pasalnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) edisi Maret 2025 menunjukkan penurunan yang cukup mencolok, menyentuh angka 121,1. Angka ini terpangkas 5,3 poin dari catatan manis bulan sebelumnya yang bertengger di level 126,4.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan bahwa kerutan di dahi konsumen pada Maret ini bersumber dari melemahnya pandangan terhadap kondisi ekonomi saat ini dan proyeksi masa depan.
Bak anak panah yang melesat turun, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turut merasakan gravitasi penurunan. IKE tercatat sebesar 121,7, terjun bebas dari angka sebelumnya yang mencapai 138,7. Sementara itu, IEK berada di level 110,6, tergerus dari posisi 114,2 pada Februari lalu.
Kendati demikian, di tengah redupnya keyakinan, secercah harapan masih terpancar. Denny menegaskan bahwa bara optimisme konsumen pada Maret 2025 sejatinya masih terjaga. Hal ini lantaran IKE dan IEK masih angkuh bertengger di atas garis psikologis 100, menandakan bahwa mayoritas responden masih memiliki pandangan positif terhadap kondisi ekonomi.
"Ditopang oleh IKE dan IEK yang tetap berada pada level optimis (indeks >100)," ujar Denny, mencoba meredakan kekhawatiran pasar.
Meski demikian jika dibedah lebih dalam lagi mengenai penurunan IKE memperlihatkan bahwa ketiga fondasinya mengalami erosi. Indeks Penghasilan Saat Ini (IPSI) terkikis menjadi 121,3 (sebelumnya 122,7), Indeks Pembelian Barang Tahan Lama/Durable Goods (IPDG) menyusut ke 110,2 (sebelumnya 113,7), dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) bahkan terancam stagnan di angka 100,3 (sebelumnya 106,2).
Angka-angka ini menggambarkan bagaimana konsumen merasakan tekanan pada dompet, menahan diri dari pembelian besar, dan mencemaskan prospek pekerjaan.
Senada dengan kondisi kini, ekspektasi konsumen terhadap masa depan pun tak lagi memancarkan optimisme yang sama. Indeks Ekspektasi Penghasilan (IEP) tergelincir ke 137,0 (sebelumnya 143,3), Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha (IEKU) melorot ke 132,2 (sebelumnya 138,6), dan Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja (IEKLK) terbenam di angka 125,9 (sebelumnya 134,2). Bayang-bayang ketidakpastian tampak menghantui benak para konsumen terkait prospek ekonomi ke depan.
Baca Juga: Dear Pak Prabowo! Orang RI Kini Cemas, Mau Belanja Kudu Mikir 1.000 Kali