Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diam seribu bahasa menanggapi hasil survei Indeks Keyakinan Konsumen yang menunjukkan tren penurunan sejak awal 2025. Selama Januari - Maret, IKK tercatat terus mengalami penurunan.
Namun, Menkeu enggan berkomentar banyak. Ia hanya menyampaikan bahwa pemerintah akan meningkatkan keyakinan konsumen akan ekonomi Indonesia.
"Kita akan tingkatkan (keyakinan konsumen),” ujar Sri Mulyani di Gedung Kemendiktisaintek, Jakarta, dikutip Rabu (16/4/2025).
Sementara saat ditanya terkait langkah pemerintah untuk memperkuat keyakinan konsumen, Sri Mulyani memilih diam seribu bahasa.
Kabut ketidakpastian mulai menyelimuti benak rakyat Indonesia. Rangkaian data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menukik tajam sejak awal tahun 2025, bagai alarm dini yang membangkitkan kegelisahan mendalam akan turbulensi ekonomi yang mungkin menghadang.
Di tengah atmosfer kecemasan yang kian pekat, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru memlih diam seribu bahasa.
Respons Sri Mulyani terhadap tren penurunan IKK ini terkesan minimalis dan kurang menggigit. Usai menghadiri sebuah acara di Gedung Kemendiktisaintek pada Selasa (15/4), sang Menkeu hanya melontarkan janji normatif untuk meningkatkan kembali keyakinan konsumen.
"Kita akan tingkatkan (keyakinan konsumen),” ujarnya singkat, tanpa memberikan rincian strategi atau langkah konkret yang akan diambil pemerintah untuk meredam ombak pesimisme yang tengah menyebar di kalangan masyarakat.
Respons sepotong-sepotong dan terkesan menggantung dari Sri Mulyani ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa di saat indikator kepercayaan publik terhadap kondisi ekonomi menunjukkan tren penurunan yang mengkhawatirkan selama tiga bulan berturut-turut (Januari-Maret), sang penjaga fiskal negara justru memilih bermain aman dengan kalimat-kalimat datar?
Baca Juga: Dear Pak Prabowo! Orang RI Kini Cemas, Mau Belanja Kudu Mikir 1.000 Kali
Ketidakjelasan ini justru berpotensi memperdalam kerisauan masyarakat. Penurunan IKK sendiri bukanlah sekadar angka statistik belaka. Ia adalah cerminan psikologis kolektif yang menggambarkan persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan proyeksinya ke depan.