Ketua PN Jaksel Lakukan Perampokan Keadilan Paling Brutal

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 14 April 2025 | 12:48 WIB
Ketua PN Jaksel Lakukan Perampokan Keadilan Paling Brutal
Pengamat hukum yang juga pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menegaskan bahwa dugaan suap Rp60 Miliar yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam kasus vonis bebas tiga korporasi minyak goreng merupakan tindakan yang menghancurkan fondasi negara hukum.

Menurutnya, keterlibatan hakim dalam pengaturan putusan demi kepentingan korporasi adalah bentuk paling brutal dari perampokan keadilan.

“Kalau hakim bisa dibeli oleh korporasi, apa lagi yang tersisa dari negara hukum kita?” tegas Hardjuno di Jakarta, Senin (13/4/2025).

“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, ini adalah penjualan hukum kepada pemilik modal,” tambahnya.

Menurut Hardjuno, suap oleh korporasi jauh lebih berbahaya daripada korupsi birokrasi biasa.
Bila korupsi birokrasi merampok anggaran, maka suap korporasi merampok sistem.

“Ini beda kelas. Korupsi birokrasi itu mencuri dana, tapi suap korporasi membajak hukum demi melanggengkan kekuasaan ekonomi. Mereka tidak cuma menghindari hukuman, tetapi mereka membeli keadilan dan mengatur arah negara sesuai kepentingan mereka,” ungkapnya.

“Bayangkan, negara menggelontorkan triliunan rupiah untuk subsidi minyak goreng demi rakyat. Tapi di belakang layar, korporasi justru menyuap hakim agar mereka bebas dari jerat hukum. Itu bukan hanya penghinaan terhadap negara, tapi pengkhianatan terhadap rakyat,” tegasnya.

Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya dalam perkara dugaan suap vonis lepas untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap diduga mengalir melalui pengacara korporasi dan pejabat pengadilan.

Baca Juga: Sejumlah Hakim Ditangkap Kejagung Gegara Kasus Suap, DPR Minta Mahkamah Agung Berbenah

Hardjuno yang juga Kandidat Doktor Bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, perkara ini menunjukkan bahwa persoalan hukum di Indonesia bukan hanya soal integritas personal, tapi sudah sistemik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI