Sementara itu, Niken Arumdati mengatakan, STM senantiasa aktif berkoordinasi dengan pemerintah daerah mengenai aktivitas perusahaan, termasuk mengenai isu kolam limbah yang berpotensi mencemari lingkungan ini.
“Kan ada UKL-RPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Rencana Pemantauan Lingkungan-red). Di situ sudah ada skema monitoringnya, dan laporannya juga berkala disampaikan ke KLHK. Demikian juga RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya-red),” ujarnya.
Mengenai beredarnya isu kolam limbah eksploitasi tambang ini, Principal Communications STM Cindy Elza memberikan sanggahan.
Menurutnya, saat ini STM dalam masa eksplorasi sehingga belum ada sarana produksi pertambangan dan aktivitas produksinya, sehingga tidak mungkin ada limbah sisa produksi sebagaimana dugaan yang beredar.
“Terlebih sejak Januari 2025, STM dalam masa pengurangan aktivitas di lapangan pasca rampungnya tahap Pra-Studi Kelayakan atau lebih dikenal sebagai masa Care & Maintenance,” ungkapnya.
Ia pun menjelaskan bahwa kolam tersebut bukan penampungan limbah sisa tambang, melainkan kolam penampungan air tanah dalam sebagai fasilitas pendukung pengujian pendinginan air tanah dalam.
“Kami menginformasikan bahwa kolam tersebut sebelumnya digunakan untuk mendukung pengujian metode pendinginan air tanah dalam, yang terletak sekitar 1.000 meter di bawah permukaan tanah. Uji ini penting untuk menemukan metode pendinginan yang tepat terhadap suhu panas yang berada jauh di bawah permukaan tanah,” ujarnya.
Pengujian metode pendinginan air tanah dalam diperlukan STM karena di masa yang akan datang, perusahaan berencana menggunakan metode pertambangan bawah tanah.
Deposit tembaga Onto terletak sekitar 500 meter di bawah permukaan tanah dan berkondisi dekat dengan sistem panas bumi, sehingga suhu di bawah dapat mencapai 80-110 derajat celsius.
Baca Juga: Pemerinta Putar Otak Hadapi Tarif Trump Hingga Mau Tambah Kuota Impor Migas dari AS
Metode pendinginan yang tepat sangat krusial untuk mewujudkan aktivitas pertambangan yang aman dan selamat.