Suara.com - Pemerintah memberi respon terkait 1.126 karyawan PT Yihong Novatex yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) nasib seluruh karyawan yang terkena PHK tersebut bisa bekerja kembali.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri menuturkan, sebelum PHK, para pekerja tersebut telah mendapatkan pesangon hingga Tunjangan Hari Raya (THR).
Dia melanjutkan, bahkan 200 pekerja yang terimbas PHK tersebut telah bekerja kembali.
"Jadi, 1.126 orang udah di-PHK tapi sudah dipenuhi haknya. 200 orang lebih udah dipekerjakan kembali. Nanti secara bertahap akan dipekerjakan lagi," ujar Indah di kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (10/4/2025).
Indah menegaskan, perusahaan tersebut juga telah kembali beroperasi dengan meemproduksi sol sepatu. Selama ini, dirinya juga berkoordinasi dengan pemerintah Cirebon hingg perusahaan untuk memperkerjakan kembali pekerja yang sebelumnya di-PHK.
"Untuk produksi yang sama berhenti karena buyer-nya sudah sudah menarik mesin-mesin, tapi alhamdulillah ada produksi berikutnya, apa namanya semacam sol sepatu. Kita terus berkomunikasi dengan Pemda Cirebon dan PT Yihong untuk terus direkrut. Sekarang yang bekerja baru 200-an tapi nanti akan ditambah lagi dari 1.126," beber Indah.
Aksi sweeping yang diduga dilakukan sejumlah buruh di PT Yihong Novatex Indonesia, perusahaan sablon sepatu asal China di Kabupaten Cirebon viral di media sosial, telah memicu PHK massal terhadap seluruh 1.126 karyawan.
Peristiwa yang videonya viral di media sosial ini menyoroti kompleksitas hubungan industrial di Indonesia dan dampaknya terhadap iklim investasi.
Sebelumnya, video amatir yang beredar di platform X (sebelumnya Twitter) melalui akun @RatunyaTagar menunjukkan detik-detik aksi buruh mendatangi rekan kerja yang masih bertugas untuk mengajak mogok kerja.
Baca Juga: Jumlah Penumpang Turun, Badai PHK Hantui Maskapai Penerbangan Ini
Aksi ini, dalam narasi terkait disebutkan sudah berlangsung selama empat hari berturut-turut pada awal Maret 2024, meski hal ini belum dikonfirmasi dari pihak karyawan maupun perusahaan terkait.