Suara.com - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus seluruh kuota impor menuai reaksi keras dari kalangan pengusaha tekstil. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menjadi "bumerang" bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional jika tidak dilakukan dengan cermat dan terukur.
Pernyataan Prabowo yang disampaikan dalam acara Sarasehan Ekonomi Nasional pada Selasa (8/4/2025) lalu saat merespons kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, sontak menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri dalam negeri.
Prabowo secara tegas memerintahkan jajaran Kabinet Merah Putih (KMP) untuk menghilangkan kuota impor dengan tujuan mempermudah pengusaha Indonesia, terutama yang bermitra dengan perusahaan global, dalam menjalankan usahanya.
"Yang jelas kemarin, Menko (Perekonomian), Menteri Keuangan, Gubernur BI ada, Ketua DEN ada, saya sudah kasih perintah untuk hilangkan kuota-kuota impor. Terutama untuk barang-barang menyangkut hajat hidup orang banyak, ya kan? Siapa yang mampu, siapa yang mau impor, silahkan," ujar Prabowo kala itu.
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Umum Apsyfi, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa pihaknya setuju dengan rencana pemerintah untuk membuka keran impor. Namun, ia menekankan perlunya pemilahan produk agar kebijakan tersebut tidak justru merugikan kontribusi industri terhadap perekonomian nasional.
"Terkait deregulasi ini perlu dipilah, kalau impornya dibuka semua justru jadi bumerang. Untuk barang yang memang tidak kita produksi, kami setuju untuk dibuka, tapi kalau sudah bisa produksi dalam jumlah yang besar baiknya jangan dibuka," tegas Redma dikutip Antara, Rabu (9/4/2025).
Lebih lanjut, Redma khawatir bahwa pembukaan keran impor untuk seluruh subsektor akan berdampak negatif pada industri TPT. Ia menjelaskan bahwa banyak negara memberikan insentif besar kepada industri tekstil mereka, sehingga produk yang dijual menjadi jauh lebih murah. Kondisi ini akan menyulitkan industri TPT dalam negeri untuk bersaing.
"Insentif di negara lain sangat besar jadi mereka bisa menjualnya dengan sangat murah, kalau impornya dibuka pasti kita tidak bisa bersaing," katanya.
Apsyfi sendiri memberikan usulan konkret terkait kebijakan impor ini. Mereka mendorong pemerintah untuk membuka peluang impor bagi kapas, yang merupakan bahan baku krusial bagi industri tekstil nasional. Namun, untuk produk seperti benang, kain, dan garmen, Apsyfi meminta agar pemerintah tetap memberlakukan pembatasan, terutama terhadap impor ilegal.
Baca Juga: Sekjen Gerindra Bicara Posisi PDIP Usai Prabowo-Megawati Bertemu di Teuku Umar
"Tapi untuk benang, kain dan garmen lebih baik dibatasi apalagi yang ilegal harus diberantas. Kalau impor benang, kain dan garmen turun otomatis konsumsi kapas kita naik, jadi utilisasi produsen benang, kain dan garmen juga akan naik," jelas Redma.