Suara.com - Jepang terus mengalami permasalahan ekonominya dengan beberapa perusahaan sudah mengajukan status bangkrut. Adapun 10 ribu perusahaan di Jepang sudah bangkrut selama sebelas tahun. Perusahaan ini terdiri dari kecil hingga menengah menanggung beban di tengah kekurangan tenaga kerja dan harga yang lebih tinggi.
Dilansir Japan Times, alasan beberapa perusahaan di Jepang bangkrut adalah kondisi keuntungan yang menipis hingga beban utang terus tinggi. Rata-rata perusahaan mendapatkan utang edikitnya 10 juta yen, naik 12,1 persen dari tahun sebelumnya menjadi 10.144.
Banyaknya perusahaan yang bangkrut membuat jumlah karyawan di negara tersebut sedikit. Ada perusahaan dengan kurang dari 10 karyawan mencapai 89,4 persen dari total karena mereka berjuang untuk membiayai bisnis mereka setelah berakhirnya langkah-langkah penangguhan pajak khusus yang diperkenalkan selama pandemi COVID-19,.
Selain itu, berdasarkan industri, sektor jasa mencatat jumlah kebangkrutan tertinggi, yakni 3.398 kasus, naik 12,2 persen, tertinggi sejak tahun fiskal 1989. Sektor konstruksi menyusul dengan 1.943 kasus, naik 9,3 persen.
Kebangkrutan di industri logistik turun 3,8 persen menjadi 424 kasus di tengah negosiasi harga. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Apalagi dengan perang dagang yang memanas membuat beberapa perusahaan di dunia juga mengalami permasalahan keuangan.
Tidak hanya Jepang yang mengalami banyaknya perusahaan bangkrut. Amerika Serikat juga alami beberapa perusahaan yang sudah bangkrut serta memiliki jumlah lowongan pekerjaan sedikit. Sementara itu, jumlah lowongan pekerjaan di Amerika Serikat terus menurun. Terlebih, para pengusaha AS menarik kembali rencana perekrutan mereka bulan lalu dikarenakan meningkatnya jumlah pengangguran.
Meskipun terjadi penurunan lowongan, perputaran pasar tenaga kerja secara keseluruhan tetap stabil di bulan Februari, karena persentase perekrutan, PHK, dan keluar dari total pekerjaan tidak berubah.
PHK memang meningkat dari Januari menjadi sekitar 1,79 juta dari 1,67 juta, menurut laporan tersebut. Tidak mengherankan, sektor yang mengalami salah satu peningkatan PHK terbesar adalah pemerintah federal, yang mengalami lonjakan PHK menjadi 22.000 dari 4.000 pada bulan Januari, menandai total bulanan tertinggi sejak November 2020.
Departemen Efisiensi Pemerintah yang dipelopori Elon Musk telah menyerbu lembaga-lembaga federal dalam beberapa minggu terakhir, dengan cepat memangkas pekerjaan dan memotong pendanaan dan program. Ekonom telah memperingatkan bahwa data pasar tenaga kerja awal tahun 2025, yang telah menunjukkan perlambatan tetapi penambahan pekerjaan yang solid, kemungkinan besar merupakan "tenang sebelum badai. Tindakan kebijakan Trump yang bergerak cepat termasuk pengurangan tenaga kerja yang drastis dalam pemerintahan federal. Serta diperkirakan akan berdampak pada sektor swasta, yang berpotensi menghambat pertumbuhan di sana dan ekonomi AS secara keseluruhan.
"Data hari ini melihat kembali ke bulan Februari, saat PHK dimulai. Visibilitas pemotongan yang sedang berlangsung hanya akan menjadi lebih jelas dalam beberapa minggu dan bulan mendatang," tulis Elizabeth Renter, ekonom senior NerdWallet.
Baca Juga: Hooters Bangkrut, Para Pelayan Seksinya Kemana?
Pengusaha sudah mempekerjakan lebih sedikit orang memasuki tahun ini, dan ketidakpastian yang terus meningkat di seluruh bidang ekonomi akan menahan perekrutan pada tingkat yang lebih rendah. Estimasi konsensus FactSet menunjukkan para ekonom memperkirakan lowongan pekerjaan pada bulan Februari akan turun menjadi 7,625 juta dari 7,74 juta.