IHSG Dibuka Merosot, Tapi Langsung Menguat

Achmad Fauzi Suara.Com
Rabu, 09 April 2025 | 09:12 WIB
IHSG Dibuka Merosot, Tapi Langsung Menguat
Pengunjung melihat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah di level 5.978 pada perdagangan pembukaan pagi. Tetapi, pelemahan itu hanya sementara dan langsung menguat ke level 6.000.

Berdasarkan data RTI Business, pada pukul 09.01 WIB, IHSG merosot 0,12 persen menjadi ke level 5.989.

Pada waktu itu, sebanyak 438,41 juta saham diperdagangkan dengan nilai transaksi sebesar Rp366,30 triliun, serta frekuensi sebanyak 29,22 ribu kali.

Dalam perdagangan di waktu itu, sebanyak 109 saham bergerak naik, sedangkan 197 saham mengalami penurunan, dan 225 saham tidak mengalami pergerakan.

Namun, pada pukul 09.07 WIB, IHSG langsung menghijau dengan naik 1,40 persen atau 83,88 poin menuju level 6.080.

Masih Suram

(IHSG) diproyeksikan tetap melanjutkan pelemahannya pada perdagangan Rabu (9/4). Hal ini karena belum ada respon pasti dari pemerintah Amerika Serikat untuk menanggapi tawaran dari pemerintah Indonesia atas tarif resiprokal.

Analis dari Phintraco Sekuritas, Valdy mengatakan, salah satu pemicunya adalah kondisi IHSG yang relatif kuat di Selasa (8/4) dengan bertahan di atas critical support level 5950. Pasalnya belum ada perkembangan signifikan mengenai isu tarif di Indonesia. Pemerintah telah mempersiapkan delegasi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan AS dan membawa sejumlah penawaran.

Akan tetapi, hingga menjelang batas waktu implementasi, belum ada tanggapan dari Pemerintah AS. Dengan demikian, tarif akan tetap diberlakukan sesuai dengan pengumuman tanggal 2 April 2025 lalu

Baca Juga: Pergerakan IHSG Hari Ini Diprediksi Masih Suram, Tapi Ada Asa Naik

"IHSG masih rawan pelemahan lanjutan ke kisaran 5700-5800 di Rabu (9/4)," ujar Valdy dalam risetnya yang dikutip Rabu (9/4/2025).

Meski demikian, lanjut duia asa positif bagi IHSG masih ada. Sejumlah pemangku kepentingan, termasuk OJK dan SRO (Self Regulatory Organization) melakukan pertemuan malam kemarin (8/4).

Salah satu topik yang dibahas adalah pendalaman pasar dan peningkatan investasi, termasuk mendorong investor institusi domestik agar aktif menanamkan dana secara wajar di pasar modal.

Diskusi terkait hal tersebut juga dilakukan dengan Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian.

Sementara, BRI Danareksa juga memproyeksikan dalam jangka panjang IHSG masih dalam kondisi beraris. Perdagangan terakhir, IHSG melemah signifikan sebesar -7,9 persen menuju level 5,996.

"Akibat penurunan itu, IHSG menembus level psikologis 6,000 nya. Jika kembali melemah, maka ada potensi IHSG menjemput support selanjutnya pada 5,705," tulis BRI Danareksa dalam risetnya.

Strategi BEI

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengambil langkah proaktif untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan kepercayaan investor di tengah gejolak ekonomi global.

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, dengan optimis mengumumkan penyesuaian signifikan terhadap ketentuan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) dan batasan persentase auto rejection bawah (ARB). Langkah ini diyakini akan menjadi "jurus ampuh" untuk meredam potensi volatilitas pasar.

Dalam sesi konferensi pers yang digelar di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (8/4/2025), Iman Rachman menegaskan bahwa penyesuaian ketentuan ini merupakan respons strategis BEI terhadap dinamika pasar global, terutama menyikapi kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

"Mudah-mudahan bisa memberikan confidence tambahan kepada para investor di pasar modal," ujar Iman dengan nada penuh harapan.

Sebelumnya, BEI juga telah mengeluarkan kebijakan yang memberikan angin segar bagi emiten, yaitu izin untuk melakukan aksi pembelian kembali saham (buyback) tanpa memerlukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Iman berharap kebijakan ini dapat meningkatkan likuiditas pasar, tidak hanya dari investor institusi dan ritel, tetapi juga dari permintaan korporasi melalui aksi buyback.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI