2. Deregulasi NTMs di Sektor Teknologi: Pemerintah juga akan menawarkan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs), khususnya melalui relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, Indonesia juga siap melakukan evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan barang-barang ekspor maupun impor AS. Langkah ini menunjukkan fleksibilitas Indonesia dalam meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang mungkin menjadi perhatian AS.
3. Peningkatan Impor dan Investasi AS di Sektor Migas: Sebagai bagian dari upaya menciptakan keseimbangan perdagangan, Indonesia akan menawarkan potensi peningkatan impor dan investasi dari AS, terutama di sektor minyak dan gas (migas). Langkah ini diharapkan dapat mempersempit defisit perdagangan yang dialami AS dengan Indonesia.
"Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai 18 miliar dolar AS diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas," ungkap Airlangga.
4. Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah insentif fiskal dan non-fiskal untuk mendorong impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor Indonesia ke pasar Amerika. Strategi ini meliputi potensi penurunan bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh) impor, atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor untuk produk-produk tertentu dari AS. Langkah ini diharapkan dapat menarik minat perusahaan AS untuk meningkatkan ekspornya ke Indonesia.
Langkah proaktif Indonesia ini didasari oleh data perdagangan yang menunjukkan surplus signifikan di pihak Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan AS sebesar 14,34 miliar dollar AS pada tahun 2024. Kontributor utama surplus ini adalah ekspor mesin dan perlengkapan elektrik (4,18 miliar dollar AS), pakaian dan aksesori pakaian (2,84 miliar dollar AS), serta alas kaki (2,39 miliar dollar AS).
Sebaliknya, AS memang mencatatkan defisit perdagangan dengan Indonesia sebesar 17,9 miliar dollar AS pada tahun yang sama. Kondisi inilah yang kemungkinan menjadi latar belakang potensi kebijakan tarif resiprokal dari AS.
Menko Airlangga mengungkapkan bahwa komunikasi intensif telah terjalin antara diplomat Indonesia dan U.S Trade Representative (USTR). Saat ini, USTR tengah menantikan proposal konkret dari Indonesia. Langkah cepat dan terukur dari pemerintah Indonesia ini menunjukkan keseriusan dalam menjaga stabilitas hubungan dagang dengan salah satu mitra strategisnya, sambil tetap berupaya untuk mencapai solusi yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.