AKRINDO menilai bahwa Kemenkes seolah menjadi lembaga superbodi, yang overlap mengurusi sampai ranah ekonomi dan perdagangan.
Begitu juga dengan kebijakan pengendalian tembakau yang sarat intervensi asing namun mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia, menurut Anang, harusnya ditinjau ulang.
“Sudahi, stop pembahasan aturan yang memberatkan masyarakat. Peraturan di atasnya saja masih bermasalah (PP 28/2024). Saat ini potensi daya beli masyarakat tidak kelihatan. Bukan stuck lagi, tapi perlambatan ekonomi nyata terjadi. Lihat saja saat jelang peak season kali ini, tidak kelihatan denyut daya beli masyarakat. Kalau masih ada dorongan peraturan eksesif ini, pedagang yang selama ini kerja mandiri, tidak merepotkan pemerintah, kok justru mau dimatikan keberlangsungan usahanya?” tutup Anang.