Kinerja Pajak RI Terburuk di Dunia, Sri Mulyani Langsung Beres-beres

Kamis, 27 Maret 2025 | 15:53 WIB
Kinerja Pajak RI Terburuk di Dunia, Sri Mulyani Langsung Beres-beres
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membentuk "joint program" di kalangan instansi Kementerian Keuangan untuk mendongkrak penerimaan negara pada tahun anggaran 2025.

Dalam akun Instagram @smindrawati, Sri Mulyani merinci joint program itu melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Sekretariat Jenderal, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Inspektorat Jenderal dan Lembaga National Single Window (LNSW).

Pembentukan joint program itu sejalan dengan amanat Presiden Prabowo Subianto bahwa rasio perpajakan Indonesia harus ditingkatkan.

Joint program optimalisasi penerimaan negara tahun 2025 itu dimulai dari hari ini. Tim tersebut nantinya saling bekerja sama menerjemahkan amanat Presiden ke dalam tugas dan fungsi Kemenkeu untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan fondasi fiskal yang berkelanjutan.

“Selamat bekerja, Ardana 1-25. Kuatkan sinergi agar terus mampu menjawab tantangan zaman. Semoga Tuhan YME senantiasa memberi perlindungan dan kemudahan kepada kita dalam melaksanakan tugas yang luar biasa penting ini,” ujar Sri Mulyani dikutip Antara, Kamis (27/3/2025).

Untuk diketahui, realisasi penerimaan negara tercatat sebesar Rp316,9 triliun atau 10,5 persen terhadap target APBN 2025 yang sebesar Rp3.005,1 triliun per 28 Februari 2025.

Penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp240,4 triliun atau 9,7 persen dari target, dengan rincian Rp187,8 triliun berasal dari penerimaan pajak dan Rp52,6 triliun dari kepabeanan dan cukai.

Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terserap sebesar Rp76,4 triliun atau 14,9 persen dari target.

Terkait penerimaan pajak, realisasinya turun signifikan bila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp269,02 triliun.

Baca Juga: Pajak Indonesia Terburuk: Bank Dunia Sebut Negara Kehilangan Hampir Rp1 Kuadriliun

Meski melambat pada Januari dan Februari, Sri Mulyani menyebut terjadi perbaikan kinerja penyerapan pajak pada Maret. Pada tanggal 1–17 Maret 2025, penerimaan bruto mencatatkan pertumbuhan positif 6,6 persen.

Sri Mulyani menyatakan capaian itu merupakan perkembangan signifikan bila dibandingkan dengan catatan terakhir 28 Februari 2025, di mana penerimaan pajak bruto negatif 3,8 persen.

“Jadi, dalam kurun waktu 17 hari, terjadi turn around dari penerimaan bruto, yang sebelumnya negatif 3,8 persen pada akhir Februari menjadi positif 6,6 persen pada 17 Maret,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Sebelumnya dunia internasional kembali menyoroti kinerja penerimaan pajak Indonesia yang dinilai memprihatinkan. Bank Dunia, dalam laporan terbarunya berjudul "Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia" yang dirilis pada 2 Maret 2025, bahkan menyebut rasio penerimaan pajak Indonesia sebagai salah satu yang terburuk di dunia.

"Kinerja penerimaan pajak Indonesia sangat buruk," demikian pernyataan tegas yang tertulis di bagian pendahuluan laporan tersebut, yang seolah menjadi alarm bagi kondisi keuangan negara.

Laporan Bank Dunia mengungkapkan bahwa rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 9,1% pada tahun 2021. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Kamboja (18,0%), Malaysia (11,9%), Filipina (15,2%), Thailand (15,7%), dan Vietnam (14,7%).

Lebih mengkhawatirkan lagi, Indonesia mengalami tren penurunan rasio pajak terhadap PDB dalam satu dekade terakhir. Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, rasio pajak Indonesia turun sekitar 2,1 poin persentase. Krisis COVID-19 memperparah situasi ini, dengan rasio pajak anjlok ke 8,3% dari PDB pada tahun 2020.

Bank Dunia memperkirakan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dapat meningkatkan penerimaan pajak sebesar 0,7% hingga 1,2% dari PDB per tahun pada periode 2022-2025. Namun, lembaga keuangan internasional ini menekankan bahwa upaya tersebut belum cukup.

"Untuk meningkatkan pemungutan pajak, penting untuk memahami tingkat dan sifat penerimaan yang hilang," tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Laporan Bank Dunia ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia. Kinerja penerimaan pajak yang buruk dapat menghambat pembangunan nasional dan mengurangi kemampuan negara untuk memberikan layanan publik yang berkualitas.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh, termasuk meningkatkan kepatuhan pajak, memperluas basis pajak, dan memperkuat administrasi pajak. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

Laporan Bank Dunia ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk segera berbenah dan meningkatkan kinerja penerimaan pajak. Dengan penerimaan pajak yang kuat, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI