Investor Lokal Resah, Luhut Bicara Kondisi Ekonomi Terkini

Senin, 24 Maret 2025 | 14:16 WIB
Investor Lokal Resah, Luhut Bicara Kondisi Ekonomi Terkini
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menemui investor lokal untuk mendiskusikan soal kondisi ekonomi terkini.

Dalam akun Instagram @luhut.pandjaitan, dikutip di Jakarta, Senin, Luhut mengaku ia ingin mendengar langsung dari investor lokal mengenai tantangan yang mereka hadapi.

Selain itu, juga untuk menangkap sinyal dan harapan yang muncul di lapangan.

“Saya percaya bahwa komunikasi yang efektif dapat membantu dalam merumuskan masalah dengan baik,” kata Luhut dikutip Antara, Senin (24/3/2025).

Ketua DEN itu menyebut kondisi global saat ini cukup menantang dengan volatilitas pasar, ketidakpastian geopolitik, serta fluktuasi harga komoditas yang memicu investor memilih untuk wait and see.

Luhut pun berpendapat Indonesia perlu jujur melihat bahwa daya saing negeri ini sebagai emerging market dalam satu dekade terakhir mengalami tantangan besar.

“Ini menjadi sinyal bagi kita untuk memperbaiki ekosistem investasi secara menyeluruh,” ujarnya.

Dalam pertemuan itu, Luhut menyampaikan komitmen pemerintah terhadap deregulasi. Penyederhanaan aturan menjadi kunci dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan menarik.

Di sisi lain, program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan government technology (govtech) juga akan terus dimaksimalkan guna mendukung efisiensi dan transparansi.

Baca Juga: Pemerintah China Guyur Ratusan Triliun Agar Warga Bisa Belanja, Mengapa?

Seluruh masukan dari investor pun akan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.

“Saya menyadari bahwa niat baik pemerintah harus dikawal dengan komunikasi yang tulus dan terbuka. Tidak cukup hanya dengan kebijakan yang baik, tetapi juga dengan keterbukaan untuk menerima masukan dari para pelaku pasar,” tutur Luhut.

Dengan regulasi yang lebih sederhana, kebijakan yang tepat sasaran, serta sinergi antara pemerintah dan para pelaku pasar, Luhut meyakini Indonesia bisa mengatasi setiap tantangan yang hadir, sehingga perekonomian bangsa bisa menjadi lebih kuat dan kompetitif.

Sebelumnya, Luhut juga telah menyampaikan bahwa DEN mendorong deregulasi, digitalisasi, hingga program strategis untuk menjadi langkah transformasi ekonomi.

Terkait deregulasi, Luhut menekankan birokrasi tidak boleh menjadi penghambat bagi masyarakat yang ingin bekerja dan berusaha. Oleh karena itu, deregulasi menjadi prioritas utama untuk memperbaiki iklim usaha di Indonesia.

Soal digitalisasi, pemerintah akan meluncurkan pengembangan infrastruktur digital publik untuk mendukung digitalisasi pemerintahan dengan prioritas pada program Perlindungan Sosial pada 17 Agustus 2025.

Sementara terkait program prioritas, DEN menyoroti dampak positif MBG yang tidak hanya bertujuan meningkatkan gizi anak-anak, tetapi juga berpotensi menciptakan hingga 1,9 juta lapangan kerja dan menekan angka kemiskinan, program ini memperkuat ekosistem petani, peternak, dan UMKM lokal melalui pemanfaatan bahan baku dalam negeri.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia tetap berada dalam posisi yang baik. Ia mengutip data Bloomberg pada Februari 2025, yang menunjukkan probabilitas resesi Indonesia kurang dari 5%, jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Meksiko (38%), Kanada (35%), dan Amerika Serikat (25%).

"Dengan pondasi ekonomi nasional yang solid, diversifikasi mitra dagang, serta hilirisasi yang terus diperkuat, Indonesia berpeluang besar menjaga stabilitas dan daya saingnya di tengah gejolak ini," kata Airlangga, dikutip Senin (24/3/2025).

Ia pun memastikan, pemerintah akan terus menjaga aktivitas ekonomi domestik dengan menjaga daya beli masyarakat, di tengah besarnya tekanan ekonomi global. Permasalahan daya beli ini mencuat setelah munculnya deflasi tahunan menjelang periode Ramadan dan Lebaran.

Sebagaimana diketahui, secara musiman, biasanya bulan sebelum Ramadan dan Lebaran mendorong masyarakat untuk konsumsi, menyebabkan tekanan inflasi naik. Tapi per Februari 2025 lalu, atau tepatnya sebulan sebelum Bulan Ramadan, justru terjadi deflasi sebesar 0,09%, setelah 25 tahun terakhir tak pernah ada catatan deflasi tahunan karena terakhir pada Maret 2000 sebesar 1,10%.

Permasalahan ini di tambah dengan data anjloknya impor barang konsumsi jelang Ramadan dan Lebaran. Total impor barang konsumsi per Februari 2025 hanya sebesar US$ 1,47 miliar, atau merosot 10,61% (mtm) dibanding data per Januari 2025 yang sebesar US$ 1,64%. Dibanding Februari 2024 yang senilai US$ 1,86 miliar malah merosot lebih dalam, yaitu 21,05% (yoy).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI