Pemerintah Disinyalir Diam-diam Mau Keluarkan Aturan Soal Larang Jual Rokok Dekat Sekolah

Achmad Fauzi Suara.Com
Senin, 24 Maret 2025 | 12:19 WIB
Pemerintah Disinyalir Diam-diam Mau Keluarkan Aturan Soal Larang Jual Rokok Dekat Sekolah
Warung Rokok Di Sekitar Sekolah. (Suara.com/Iqbal Asaputro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pemerintah diduga secara diam-diam tengah merancang Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur lebih detail pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Suara.com - Hal ini setelah, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih, mengungkapkan bahwa Kemenkes sedang menyiapkan draft peraturan baru selain Rancangan Permenkes, yaitu Rancangan Peraturan Presiden (Perpres).

Dalam rancangan Perpres lebih mendetailkan cara Kementerian Perdagangan mengawasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

"Untuk itu kita membutuhkan aturan turunan. Kemenkes sedang menyiapkan Perpres yang diharmonisasi dengan K/L. Jadi nanti Kementerian Perdagangan mengatur tentang penjualan 200 meter, artinya harus ada mekanismenya," ujar Benget beberapa waktu lalu.

Rancangan Perpres ini disinyalir akan menjadi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang sebelumnya telah mengatur zonasi penjualan dan iklan produk tembakau.

Namun, kehadiran Rancangan Perpres ini justru menimbulkan kekhawatiran baru, terutama bagi sektor ritel yang sudah tertekan dengan aturan zonasi dan wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo), Anang Zunaedi, menyatakan bahwa Rancangan Perpres ini berpotensi memberatkan pelaku usaha.

"Banyak toko yang sudah berdiri sebelum adanya fasilitas pendidikan atau tempat bermain. Kalau dipaksakan, ini akan sangat memberatkan," beber dia.

Anang juga mengkhawatirkan dampak ekonomi yang lebih luas. Pasalnya, penjualan rokok menyumbang sekitar 40 persen omzet pelaku UMKM. Jika dilarang, kebijakan ini bisa mematikan usaha kecil. Ia menilai kebijakan ini tidak adil dan rancu dalam penerapannya.

Baca Juga: Pedagang Pasar Khawatir Omzet Bisa Anjlok Gegara Kebijakan Kemasan Rokok Polos

Sementara itu, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, menyatakan bahwa dirinya belum mendengar tentang Rancangan Perpres tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak perlu diterapkan.

"PP 28/2024 saja sudah kontroversial dan banyak ditentang. Apalagi jika ada Perpres baru, ini pasti akan menimbulkan polemik lebih besar," jelas dia.

Ali menilai, pemerintah seharusnya fokus pada edukasi, bukan membuat aturan yang memberatkan rakyat. Apalagi, PP 28/2024 dan turunannya ia nilai tidak berdasarkan riset ilmiah yang jelas. Alasan zonasi 200 meter untuk mencegah anak merokok juga terkesan mengada-ada.

Ia juga mengkritik minimnya sosialisasi dan edukasi dari Kemenkes. "Ini seperti kebijakan yang hanya meniru negara lain tanpa mempertimbangkan kondisi di Indonesia," imbuh Ali.

Dengan adanya Rancangan Perpres ini, polemik kebijakan pengendalian tembakau diprediksi akan semakin memanas. Sektor ritel dan pedagang pasar siap melawan jika kebijakan ini dinilai merugikan. "Kami akan kirim surat ke Istana. Jika tidak direspons, kami siap turun ke jalan," ungkap Ali.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, mengaku belum mengetahui secara detail tentang Rancangan Perpres tersebut. Namun, yang pasti pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan tersebut. Dia pun menolak adanya aturan-aturan yang dapat memberatkan para pedagang.

"Aturan zonasi dan penyeragaman kemasan rokok sudah memberatkan. Jika ditambah Perpres, dampaknya akan semakin buruk bagi pedagang," ucap dia.

Mujiburrohman menegaskan, APPSI mendukung upaya pemerintah untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok. Namun, ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada edukasi dan sosialisasi. "Larangan jualan rokok dekat sekolah mungkin bisa mengurangi akses, tetapi tidak menyelesaikan akar masalah. Edukasi ke masyarakat jauh lebih penting," tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI