Suara.com - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang pada Kamis (20/3) siang.
Pengesahan ini dilakukan setelah melalui proses pembahasan dan pengesahan di tingkat I pada rapat kerja Komisi I DPR dan pemerintah pada Selasa (18/3). Meskipun mendapat dukungan dari seluruh fraksi partai politik di DPR, RUU TNI menuai kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa. Salah satunya ditunjukkan dengan tagar #TolakRUUTNI yang menduduki tren tertinggi di media sosial sejam awal pekan ini dengan jumlah twit mencapai 300 ribu lebih.
Ketua DPR Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut dan meminta persetujuan dari seluruh fraksi. "Sekarang saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi dan anggota, apakah Rancangan Undang-Undang TNI bisa disetujui menjadi undang-undang?" tanya Puan.
Serentak, ratusan anggota dewan yang hadir menjawab, "Setuju!" Rapat paripurna ini dihadiri oleh 293 anggota DPR, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU TNI
Meskipun disahkan, RUU TNI memuat sejumlah pasal yang dinilai kontroversial dan berpotensi mengembalikan peran militer dalam ranah sipil, mirip dengan era Orde Baru. Tiga pasal yang paling banyak disorot adalah:
1. Pasal 7: Pasal ini mengatur tugas dan fungsi baru TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP). Kritikus menilai perluasan tugas ini dapat membuka peluang bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil, seperti penanganan keamanan dalam negeri, yang seharusnya menjadi domain kepolisian.
2. Pasal 47: Pasal ini memperluas jumlah instansi sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Dari sebelumnya hanya 10 instansi, kini ada 14 instansi pemerintah yang bisa ditempati oleh anggota TNI. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya "dwifungsi ABRI", di mana militer memiliki peran ganda dalam pertahanan dan pemerintahan.
3. Pasal 53: Pasal ini mengatur perpanjangan usia pensiun TNI, yang dibagi menjadi tiga klaster: tamtama dan bintara, perwira menengah, dan perwira tinggi. Kritikus menilai perpanjangan usia pensiun ini dapat memperkuat dominasi militer dalam birokrasi sipil.
Baca Juga: RUU TNI Bakal Disahkan Hari Ini, Sejumlah Anggota DPR Mulai Merapat ke Ruang Rapat Paripurna
Pengesahan RUU TNI dilakukan bersamaan dengan gelombang aksi penolakan dari masyarakat sipil dan mahasiswa di depan kompleks parlemen.