Kemendag Tegaskan MinyaKita Bukan Subsidi dan Tak Berasal dari APBN

Achmad Fauzi Suara.Com
Rabu, 19 Maret 2025 | 09:53 WIB
Kemendag Tegaskan MinyaKita Bukan Subsidi dan Tak Berasal dari APBN
Penjual di Kota Makassar mematok harga Minyakita di pasaran jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumpulkan para pelaku usaha pengemas (repacker) minyak goreng rakyat MinyaKita dalam rapat koordinasi pada Selasa, (18/3) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

Kemendag meminta para pelaku usaha untuk mematuhi ketentuan penggunaan merek MinyaKita, baik yang tercantum dalam Permendag Nomor 18 Tahun 2024 maupun ketentuan perundangan lainnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan mengatakan, Kemendag sepakat dengan para pelaku usaha MinyaKita, yang tergabung dalam berbagai asosiasi repacker, untuk memenuhi segala ketentuan yang menyangkut pemanfaatan merek MinyaKita.

 "Kemendag sepakat dengan asosiasi repacker seperti APMIGORINDO dan HIPPMGI untuk memenuhi segala ketentuan terkait distribusi MinyaKita. Belakangan ini, kami temukan beberapa repacker mengurangi takaran, tidak sesuai dengan label, dan mengalihpihakkan lisensi MinyaKita yang mereka miliki. Hal-hal tersebut melanggar ketentuan," ujar Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

Iqbal juga mengatakan, Kemendag dan para pelaku usaha telah memiliki kesamaan pandangan bahwa minyak goreng dengan merek MinyaKita bukanlah minyak goreng subsidi.

Oleh karena itu, tidak ada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam proses penyediaan MinyaKita hingga sampai ke tangan konsumen.

Iqbal juga menyerukan agar pelaku usaha MinyaKita memprioritaskan distribusi MinyaKita ke pasar rakyat. Hal ini menjadi penting untuk memastikan MinyaKita sampai ke target pasar yang tepat, yaitu kalangan menengah ke bawah.

"MinyaKita harus tersedia di pasar rakyat. Seruan itu yang sedang kita gencarkan terus menerus ke produsen dan distributor," kata dia.

Rapat tersebut digelar secara hibrida, diikuti sekitar 30 pelaku usaha secara luring dan 130 lainnya secara daring. Turut hadir perwakilan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian.

Baca Juga: 66 Pelaku Usaha MinyaKita Nakal Diciduk Kemendag, Ini Modusnya

Iqbal mengatakan, Kemendag telah memberi sanksi kepada 66 pelaku usaha MinyaKita yang terbukti melanggar ketentuan sepanjang periode November 2024—12 Maret 2025.

Para pelaku usaha tersebut mencakup distributor dan pengecer. Pelanggaran yang ditemukan, antara lain, menjual MinyaKita di atas harga eceran tertinggi (HET) dan menjual dengan skema bundling dengan barang lain.

Kemendag melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga juga telah mengekspose dua perusahaan yang mengurangi takaran kemasan MinyaKita produksinya.

Ekspose pertama dilakukan pada Januari 2025, dan ekspose berikutnya pada Maret 2025. Sebagai sanksi, izin penggunaan merek MinyaKita kedua perusahaan itu dicabut.

"Perusahaan yang menyalahgunakan penggunaan merek ada dua. Tergantung jenis pelanggarannya, jika ada pelanggaran secara hukum, kami akan serahkan ke aparat penegak hukum, biarkan penegak hukum yang melaksanakan," imbuh dia.

Terkait penyediaan pasokan MinyaKita selama Ramadan, Iqbal mengatakan bahwa Kemendag meminta produsen untuk melipatgandakan pasokan. Hal ini untuk menjamin pasokan tersedia dan harga dapat terjamin.

Modus Nakal Repacker MinyaKita

Direktur Jenderal (Dirjen) PKTN Moga Simatupang mengatakan, beberapa modus pelanggaran yang ditemukan antara lain penjualan Minyakita di atas domestic price obligation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET).

"Selain itu juga penjualan MinyaKita antar-pengecer, bukan langsung ke konsumen akhir, yang memperpanjang rantai distribusi sehingga harga di tingkat konsumen melebihi HET; serta tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer yang menyebabkan distribusi MINYAKITA tidak merata," kata Moga.

Modus pelanggaran lainnya meliputi pelaku usaha yang tidak memiliki tanda daftar gudang (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) perdagangan yang sesuai. Kemudian, pelaku usaha yang tidak memberikan data dan informasi kepada petugas pengawas.

Berikutnya, pelaku usaha yang mengemas atau memproduksi MinyaKita dengan volume yang lebih sedikit dari takaran yang tertera pada label kemasan.

Selanjutnya, apabila ditemukan kembali melanggar, maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, produsen/repacker yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi lanjutan setelah teguran tertulis, berupa penarikan barang dari distribusi.

Jika masih terus melanggar, sanksi dapat ditingkatkan menjadi penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, dan/atau rekomendasi pencabutan izin usaha.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib memproduksi dan/atau memperdagangkan barang sesuai dengan berat bersih, ukuran, atau takaran yang tercantum dalam label.

Jika melanggar ketentuan tersebut, mereka dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI