Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam dengan anjlok mendekati 7 persen pada siang hari ini Selasa (18/3/2025).
Di sisi lain, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi di bawah 5 persen.
Pada penutupan perdagangan sesi I, IHSG terpantau anjlok lebih dari 7 persen ke level 6.917,39. Penurunan ini merupakan yang terdalam sejak pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Analis menilai bahwa sentimen negatif dari dalam negeri menjadi pemicu utama anjloknya IHSG.
Salah satu sentimen negatif yang membebani IHSG adalah kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. OECD dalam laporan terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2 persen menjadi 4,9 persen pada tahun 2025.
Pemangkasan proyeksi ini didasarkan pada perkiraan perlambatan ekonomi global dan domestik. OECD melihat bahwa disrupsi ekonomi di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
"Perlambatan tersebut diproyeksikan tidak terlalu terasa di India dan Indonesia, dengan kedua ekonomi tersebut mengalami beberapa dukungan untuk pertumbuhan ekspor karena mereka menarik bisnis baru yang dialihkan dari negara-negara pengekspor yang menghadapi kenaikan tarif yang lebih tajam," tulis OECD dalam laporannya.
Selain itu, OECD juga memproyeksikan inflasi Indonesia akan berada di angka 1,8 persen pada tahun 2025, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,2 persen. Namun, pada tahun 2026, OECD memperkirakan inflasi Indonesia akan meningkat menjadi 2,8 persen.
"Jalur inflasi yang diproyeksikan secara umum lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, dengan dampak pertumbuhan yang lebih lambat diimbangi oleh penggabungan data baru dan dampak inflasi bertahap dari kenaikan tarif," kata OECD.
Sentimen negatif lainnya yang membebani IHSG adalah kekhawatiran terhadap defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hingga akhir Februari 2025, APBN tercatat defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: DPR Ramai-ramai Sambangi BEI Imbas Trading Halt
Defisit APBN ini dipicu oleh penurunan penerimaan pajak yang signifikan. Hingga akhir Februari 2025, penerimaan pajak tercatat hanya mencapai Rp187,8 triliun, atau terkontraksi sebesar 30,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.