Dengan profit margin yang kecil, berkisar 3%, menurut Prof. Purwanto, LKMS membutuhkan volume yang besar agar bisa beroperasi dengan efisien.
“Jika volume bisnisnya terlalu kecil, dari sisi operasional menjadi tidak efisien,” ungkapnya.
Untuk memperbesar volume, salah satu caranya adalah dengan menambah jumlah cabang. Namun, Prof. Purwanto menekankan bahwa penambahan jumlah cabang akan efisien bila diikuti dengan penambahan jumlah layanan dan peminjam.
“Itu bisa dilakukan dengan perluasan usaha, penambahan portofolio, pembiayaan dan pengerjaan proyek di berbagai sektor,” tuturnya.
Menurut Prof. Purwanto, LKMS yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip Islam menjadi tumpuan usaha mikro untuk memperbaiki kualitas hidup dan membuat nasabah terlepas dari jerat kemiskinan.
“Upaya pemberdayaan ini membutuhkan waktu yang lama. Maka, BMT atau Kopsyah mesti mendapatkan profit yang memadai agar usahanya dapat berkelanjutan,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Prof. Purwanto, jika BMT dan Kopsyah menargetkan profit yang terlalu tinggi, itu akan membuat biaya pinjaman juga meningkat.
“Kalau biaya pinjaman terlalu tinggi, masyarakat jelas tidak akan memilih layanan tersebut karena dianggap terlalu eksploitatif atau menyerupai sistem suku bunga.”
Sebaliknya, jika profitnya terlalu rendah, tak banyak orang yang tertarik untuk menanamkan modalnya di BMT atau Kopsyah.
Baca Juga: Mantan Orang Dekat Sri Mulyani jadi Stafus Pramono Anung di DKI Jakarta
“Jadi, kalau ingin meningkatkan profitnya, BMT atau Kopsyah mesti meningkatkan benefitnya,” simpul Prof. Purwanto.