Negara-negara itu terbagi dalam wilayah Asia (Bangladesh, Indonesia, Malaysia dan Pakistan), Timur Tengah (Bahrain, Yordania, Kuwait, Mauritania, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yaman), dan Turkey.
Analisisnya menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan nonparametrik. Itu untuk tahap pertama.
Pada tahap kedua, data dianalisis dengan model ekonometrik sederhana. Di tahap ini Prof. Chandra menganalisis hubungan antarwaktu NPL/NPF dengan efisiensi biaya serta efisiensi laba bank-bank konvensional dan bank-bank Islam.
Dalam risetnya, Prof. Chandra juga menggunakan empat hipotesis. Pertama, hipotesis “nasib buruk” atau bad luck yang dipicu oleh faktor eksternal. Faktor ini tidak dapat dikendalikan oleh manajemen bank. Hipotesis kedua adalah “manajemen yang buruk’” atau bad management.
“Rendahnya efisiensi perbankan adalah sinyal praktik manajemen bank yang buruk, seperti adanya permasalahan di pinjaman. Padahal, masalah pinjaman mestinya dapat dikendalikan oleh manajemen bank. Apalagi itu sudah menjadi kegiatan seharihari dalam bisnis perbankan,” ucap Prof. Chandra.
Hipotesis ketiga, penghematan atau skimping. Katanya, “Menurunnya alokasi sumber daya untuk penjaminan dan pemantauan pinjaman bisa memengaruhi kualitas pinjaman.”
Bank yang ingin memaksimalkan laba, menurut dia, bisa saja menekan biaya dalam jangka pendek dengan menurunkan alokasi sumber daya untuk penjaminan atau pemantauan pinjaman.
“Ini bisa berpotensi buruk terhadap kinerja pinjaman di masa depan,” ucap Prof. Chandra.
Keempat, perilaku tidak bermoral atau moral hazard. “Di sini, bank-bank bermodal kecil meningkatkan risiko pinjamannya, sehingga menyebabkan pinjaman bermasalah menjadi lebih tinggi di masa mendatang,’ urai Prof. Chandra.
Baca Juga: Mantan Orang Dekat Sri Mulyani jadi Stafus Pramono Anung di DKI Jakarta
Hasilnya? Bank-bank konvensional di kawasan Asia ternyata memiliki rasio NPL 8,813%, sedangkan bank bank Islam 6,596%.