Morgan Stanley Hingga Goldman Sachs Kompak Warning Ekonomi Indonesia, Ada Apa?

M Nurhadi Suara.Com
Sabtu, 15 Maret 2025 | 05:00 WIB
Morgan Stanley Hingga Goldman Sachs Kompak Warning Ekonomi Indonesia, Ada Apa?
Ilustrasi ekonomi di Indonesia. [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pasar saham Tanah Air anjlok setelah sejumlah institusi investasi global menurunkan rating ekonomi Indonesia. Lembaga – lembaga seperti Morgan Stanley, Goldman Sachs, Fitch, OCBC, BMI dan survei ekonomi dari Bloomberg kompak melabeli penurunan kondisi ekonomi di Indonesia. Akibatnya, IHSG terjun bebas dengan terkoreksi 0,91 persen. Saham – saham RI pun turun peringkat.

Morgan Stanley misalnya, mereka menurunkan peringkat saham Indonesia dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW). Artinya, emiten asal Indonesia diperkirakan bakal bergerak lebih buruk dibandingkan rata – rata saham di sektornya. Hal ini memungkinkan investor memperoleh return yang lebih rendah.

Senada dengan hal tersebut, Goldman Sachs juga menurunkan rating saham dari overweight atau direkomendasikan untuk dibeli menjadi market weight atau netral.

Secara khusus lembaga investasi ini menyoroti ekonomi domestik yang melemah sehingga investor asing mesti berpikir dua kali sebelum menanam modal. Hal ini terbukti setelah Tesla batal membangun pabrik kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat atau negosiasi alot antara Apple dan pemerintah dalam rencana pembangunan pabrik di Indonesia.

Goldman memaparkan kini beberapa pertimbangan investor tidak lagi menanamkan modal adalah akibat dari pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Agata Nusantara atau Danantara.

Di samping itu, rencana pembangunan tiga juta rumah juga bisa berkontribusi terhadap defisit anggaran, yang menurut Goldman kini telah mencapai 2,9 persen dari PDB, hampir menyentuh batas aman yakni 3 persen. Lembaga riset keuangan internasional Inggris, BMI juga memprediksi defisit APBN tahun ini bisa menyentuh 3 persen, sesuai ambang batas yang ditetapkan undang – undang di Indonesia karena presiden gagal memperluas sumber – sumber penerimaan pajak.

Implikasi pembentukan Danantara terhadap keuangan negara juga disinggung oleh Lembaga Pemeringkatan Kredit, Fitch. Danantara dianggap bisa mengurangi stabilitas ekonomi padahal potensi pertumbuhan PDB pada 2025 bisa mencapai 5 persen.

Bank terbesar Singapura, OCBC juga memprediksi potensi pertumbuhan yang sama. Namun, kondisi ekonomi justru akan memperburuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kuartal I – 2025 hanya menyentuh 4,8 persen.

Pasalnya, lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF) seperti Danantara bisa meningkatkan kewajiban utang pemerintah untuk membiayai proyek – proyek nasional. Terlebih jika pembiayaan Danantara bersumber pada efisiensi anggaran di berbagai sektor pemerintahan.

Baca Juga: Gara-gara Ini, BI Catat Survei Penjualan Eceran Alami Kontraksi

Terakhir, survei Bloomberg menyebutkan defisit fiskal juga akan melebar menjadi 2,6 persen dari PDB pada kuartal I – 2025. Jika tak diatasi, jumlahnya meningkat menjadi 2,9 persen di kuartal II – 2025.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI