Suara.com - Pemerintah Indonesia berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus untuk menangani kawasan pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tantangan lingkungan dan pembangunan di wilayah pesisir yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan permukaan tanah.
Satgas tersebut akan dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, dengan dukungan dari berbagai kementerian dan pemerintah daerah.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti menjelaskan bahwa pembentukan Satgas ini merupakan instruksi langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto. "Bapak Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, beserta kementeriannya, telah diberi tugas oleh Presiden untuk memimpin proyek tanggul laut raksasa atau giant sea wall. Selain itu, beliau juga diminta membentuk Satgas khusus untuk penanganan pesisir Pantura Jawa," ujar Diana di Jakarta, Rabu (11/3/2025).
Satgas ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian PU, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk mengoordinasikan upaya perlindungan dan pembangunan kawasan pesisir Pantura Jawa secara terintegrasi.
Salah satu proyek utama yang akan ditangani oleh Satgas ini adalah pembangunan giant sea wall, sebuah tanggul laut raksasa yang membentang dari Banten hingga Jawa Timur, mencakup wilayah dari Tangerang hingga Gresik. Dengan panjang diperkirakan mencapai 946 kilometer, proyek ini membutuhkan investasi yang sangat besar.
"Kementerian PU akan bertindak sebagai kelompok kerja (pokja) pembangunan, sementara pokja pembiayaan akan mengatur pendanaan proyek. Kami berharap tidak hanya mengandalkan APBN, tetapi juga melibatkan swasta sebagai mitra strategis," jelas Diana.
Proyek giant sea wall tidak hanya bertujuan untuk melindungi kawasan pesisir dari ancaman banjir rob dan abrasi, tetapi juga menawarkan peluang investasi yang menjanjikan. Beberapa potensi ekonomi yang dapat dikembangkan antara lain land value capture (peningkatan nilai lahan), pendapatan dari tol di atas tanggul, penjualan listrik, serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung.
"Proyek ini bersifat multisektor, melibatkan berbagai aspek seperti infrastruktur, energi, dan pengembangan wilayah. Oleh karena itu, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan akan memimpin koordinasi, sementara Kementerian PU akan menjalankan tugas teknisnya," tambah Diana.
Proyek giant sea wall di wilayah Jabodetabek merupakan bagian dari program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang sebelumnya telah diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Program NCICD terdiri dari tiga tahap (A, B, dan C), di mana tahap A telah dilaksanakan melalui kolaborasi antara Kementerian PU dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tahap ini mencakup pembangunan tanggul pantai dan sungai untuk mengatasi banjir dan rob.
Berdasarkan Lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Narasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, proyek giant sea wall telah masuk dalam daftar indikasi Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini menegaskan pentingnya proyek ini dalam agenda pembangunan nasional selama lima tahun ke depan.
Pembangunan giant sea wall diharapkan tidak hanya melindungi kawasan pesisir dari ancaman lingkungan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Dengan melibatkan sektor swasta, proyek ini dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan nilai properti, serta mendorong pengembangan energi terbarukan.
"Kami berharap proyek ini dapat menjadi contoh sukses pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan inklusif, serta memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat pesisir Pantura Jawa," pungkas Diana.