Mudi juga mengungkapkan bahwa industri tembakau Indonesia telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemasukan negara melalui cukai hasil tembakau (CHT), yang menyumbang sekitar 96-97 persen dari total penerimaan negara dari sektor bea dan cukai. Selain itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja mulai dari petani, manufaktur, hingga distributor.
Menurutnya, larangan atau pembatasan yang terlalu ketat pada industri ini akan berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan dan melemahnya ekonomi daerah yang bergantung pada hasil tembakau, khususnya di musim kemarau.
"Tembakau adalah satu-satunya tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di musim kemarau dan menjadi sumber penghidupan utama bagi jutaan petani di berbagai daerah," imbuh Mudi.
Ia juga menyoroti bahwa keberadaan industri hasil tembakau telah memberikan manfaat luas bagi masyarakat, termasuk sektor informal seperti buruh pabrik, pengrajin kemasan, hingga pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya pada distribusi produk tembakau. "Jika aturan ini diterapkan, dampaknya akan sangat luas, bukan hanya bagi petani, tetapi juga bagi buruh, pekerja di industri percetakan, dan sektor-sektor lainnya," imbuhnya.
Dengan adanya kebijakan pemerintah baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, para pelaku industri berharap bahwa sektor tembakau tetap dilindungi dan bahkan dikembangkan lebih jauh. Menurut Mudi, industri hasil tembakau memiliki potensi besar untuk membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.
"Kami berharap pemerintahan Prabowo dapat melihat dan menyadari betapa dorongan ratifikasi FCTC ini sangat tidak sesuai dengan situasi dan konteks yang ada di dalam negeri," pungkas dia.