Suara.com - Awal tahun 2025 merupakan awal yang sulit bagi banyak pekerja di berbagai industri. Salah satunya di Amerika Serikat yang banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan karyawan bahkan pekerja pemerintah.
Dilansir dari CNBC, Sabtu 98/3/2025) Make IT perusahaan jasa penempatan kerja Challenger, Gray, dan Christmas, melaporkan data pemutusan hubungan kerja yang meningkat di tahun 2025.
Diketahui, sebanyak 172.017 ribu masyarakat Amerika Serikat kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja pada bulan Februari.
Angka tersebut merupakan peningkatan sebesar 245% dari pemutusan hubungan kerja yang diumumkan pada bulan Januari 2025. Tentunya ini merupakan otal tertinggi untuk bulan Februari sejak tahun 2009 dan total bulanan tertinggi sejak bulan Juli 2020.
Pemutusan hubungan kerja terbesar berasal dari pemerintah federal atau pegawai negeri sipil (PNS). Lantaran, Presiden Trump telah berupaya untuk mengurangi lapangan kerja secara signifikan. Challenger mencatat 62.242 pemutusan hubungan kerja yang diumumkan oleh pemerintah secara keseluruhan. Lalu, sektor ritel mencatat total 38.956 pemutusan hubungan kerja yang diumumkan pada bulan tersebut dan sektor teknologi mengumumkan 14.554 pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang dipimpin miliarder teknologi Elon Musk masih terus memangkas belanja publik. Tindakan yang mengakibatkan pembekuan dana, pemotongan belanja besar-besaran, dan pemecatan ribuan pekerja pemerintah federal, termasuk ilmuwan dan penjaga hutan. Trump menggambarkan pemerintah federal sebagai pemerintah yang membengkak dan boros.
Dampak hilir DOGE, seperti hilangnya dana untuk lembaga nirlaba swasta, menyebabkan 894 PHK lainnya. Sebagian besar PHK federal terjadi di Washington DC, yang telah kehilangan 61.795 pekerjaan sepanjang tahun ini dibandingkan dengan hanya 60 pada tahun 2024.
Terbaru, Departemen Urusan Veteran (VA) Amerika Serikat berencana untuk memangkas lebih dari 80.000 pekerja dari lembaga tersebut. Hal ini berdasarkan menurut memo internal yang dilihat oleh Reuters. Keputusan ini memicu kecaman dari kelompok veteran militer dan anggota Partai Demokrat.
Baca Juga: HSBC Pangkas Anggaran Rp23 Triliun: Ribuan Pekerja Terancam PHK, Indonesia Termasuk?