TikTok Tanam Modal Rp132 Triliun di Thailand, Ogah Investasi di Indonesia Gegara Preman?

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 05 Maret 2025 | 19:08 WIB
TikTok Tanam Modal Rp132 Triliun di Thailand, Ogah Investasi di Indonesia Gegara Preman?
Ilustrasi TikTok. (TikTok)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Media sosial Tiktok secara resmi mengumumkan bakal menginvestasikan USD 8,8 miliar untuk membangun pusat data di Thailand dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Vice Presiden of public policy Tiktok Helena Lersch mengumumkan komitmen investasi pada sebuah acara di Bangkok pada 28 Februari lalu seperti dilansir Reuters.

Alih – alih menyasar pasar Indonesia, Tiktok justru memilih lokasi pusat datanya di negara Thailand. Hal ini mengindikasikan kekalahan Tanah Air dalam menggaet investor dari luar negeri yang menyasar kawasan Asia Tenggara. Lantas, mengapa Tiktok lebih memilih Thailand dibanding Indonesia?

Tiktok mengungkapkan pusat data tersebut akan mendukung 50 juta penduduk Thailand yang menjadi pengguna aplikasi media sosial tersebut.

Sekaligus bakal memperkuat posisi Negeri Gajah Putih tersebut dalam jajaran pusat teknologi Asia Tenggara dan Asia. Sebelumnya tren investasi yang positif telah ditunjukkan oleh perusahaan teknologi lain yang lebih dulu berinvestasi di negara tersebut, seperti Microsoft, Nvidia, dan Apple. Sebaliknya, Apple justru berpikir dua kali untuk membuka pabrik di Indonesia sebagai syarat memasarkan produk terbaru mereka.

Baca Juga: Ormas Gerakan Rakyat Dideklarasikan Pakai Warna Oranye, HNW: Tak Akan Buat Kader PKS Silau

Kepercayaan dari perusahaan teknologi global itu kini berbuah manis bagi Thailand. Sebelumnya pada Januari, rencana investasi Tiktok di negara tersebut hanya USD 3,8 miliar. Itu artinya, Thailand mendapatkan dua kali lipat dari rencana semula. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Dewan Investasi Thailand (DCD).

Perusahaan induk TikTok, ByteDance, telah mengkonfirmasi kepada DCD bahwa USD 8,8 miliar sudah termasuk investasi USD 3,8 miliar yang diumumkan sebelumnya.

Tiktok rencananya akan menyewa sebuah tempat di kawasan industri data di Thailand. Pada Juni tahun lalu, perusahaan mengungkapkan bahwa mereka membuka hub AI di Malaysia dengan biaya RM10 miliar (USD 2,13 miliar) di fasilitas hyperscale MY06 Bridge Data Centre (BDC), dan pada Juli 2024 juga dilaporkan sedang mempertimbangkan apakah akan mendirikan pusat data di Australia untuk mendukung beban kerja di seluruh kawasan Asia Pasifik. 

Operasi ByteDance di Tiongkok juga menggunakan fasilitas Bridge Data Centre atau dikenal sebagai ChinData secara lokal. Di Eropa, operasi TikTok dibagi antara Green Mountain di Norwegia, dan pusat data Irlandia - kemungkinan di fasilitas Echelon.

Sementara, di Indonesia, masalah preman dan ormas yang terus-terusan minta 'jatah' kepada investor atau perusahaan yang mendirikan usaha masih menjadi polemik.

Baca Juga: 7 Tips Jualan di TikTok agar Laris Manis, Bisa Dicoba!

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebelumnya mengungkapkan, maraknya aksi oknum organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan pemerasan dengan cara meminta jatah proyek, pungutan liar, hingga uang keamanan dinilai semakin meresahkan pelaku usaha di Tanah Air.

Shinta Widjaya Kamdani, Ketua Umum Apindo, menyatakan bahwa tekanan dari aksi premanisme ini tidak hanya membebani dunia usaha, tetapi juga berpotensi merusak iklim investasi Indonesia. Menurutnya, gangguan seperti ini menciptakan ketidakpastian dalam berbisnis, yang pada akhirnya dapat membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia.

Shinta menegaskan bahwa praktik pemalakan oleh oknum ormas bukan hanya menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan, tetapi juga dapat berdampak buruk terhadap daya saing Indonesia sebagai destinasi investasi. "Aksi seperti ini tidak hanya merugikan pelaku usaha, tetapi juga mengancam reputasi Indonesia di mata investor global," ujarnya.

Dia menambahkan, jika masalah ini tidak segera ditangani, bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi minat investor asing maupun domestik untuk berinvestasi di Indonesia. HKI bahkan melaporkan, Indonesia kehilangan ratusan triliun gara-gara ulah preman dan ormas.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI