Kasus Korupsi Sepekan: Skandal Triliunan BBM Pertamina Hingga Kepsek Sikat Dana BOS!

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 02 Maret 2025 | 06:30 WIB
Kasus Korupsi Sepekan: Skandal Triliunan BBM Pertamina Hingga Kepsek Sikat Dana BOS!
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kanan) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).[ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam sepekan terakhir, berbagai kasus korupsi kembali terungkap di sejumlah sektor. Kasus-kasus ini menambah panjang daftar praktik penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara. Berikut adalah rekap kasus korupsi sepekan ini di Indonesia.

Kasus-kasus yang terkuak tidak hanya melibatkan pejabat tinggi di institusi pemerintahan dan perusahaan negara, tetapi juga pihak swasta yang berperan dalam memperlancar praktik koruptif.

Selain merugikan keuangan negara, tindakan ini juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat, terutama ketika anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru disalahgunakan. Berikut ulasan selengkapnya.

Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina

Baca Juga: Tim Hukum Hasto Belum Bahas Soal Laporan Dugaan Korupsi Keluarga Jokowi ke KPK

Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan PT Pertamina, anak perusahaannya, serta pihak swasta dalam kurun waktu 2018 hingga 2023. Praktik korupsi ini menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.

Kerugian negara ini berasal dari beberapa sumber, di antaranya ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan domestik senilai Rp35 triliun dan pembelian minyak dengan harga yang telah di-markup melalui perantara yang merugikan negara Rp11,7 triliun.

Selain itu, kebijakan impor ilegal turut membebani APBN tahun 2023 dengan peningkatan biaya kompensasi dan subsidi BBM sebesar Rp 147 triliun.

Tujuh tersangka yang terlibat dalam kasus ini berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta broker minyak mentah. Mereka adalah Riva Siahaan (Direktur Utama Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT KPI), Yoki Firnandi (Direktur PT Pertamina Internasional Shipping), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT KPI).

Dari pihak swasta, tersangka meliputi Muhammad Kerry Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta Gading Ramadan Joede (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).

Baca Juga: Menterengnya Isi Garasi Andre Rosiade, Dulu Pernah Desak Ahok Dicopot dari Komut Pertamina

Dalam perkembangan terbaru, Kejaksaan Agung menetapkan dua pegawai Pertamina sebagai tersangka tambahan, yaitu Maya Kusmaya (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga) dan Edward Corne (VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga).

Modus operandi kasus ini adalah dengan sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri sehingga menciptakan alasan untuk mengimpor minyak. Bahkan, dalam impor tersebut ditemukan adanya manipulasi spesifikasi minyak, di mana Pertamina membeli bahan bakar Ron 90 (Pertalite) namun mencampurkannya untuk menjadi Ron 92 (Pertamax).

Kasus Gratifikasi Mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Muhammad Haniv

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhamad Haniv. Ia diduga meminta uang dari sejumlah wajib pajak, termasuk PT Mitra Adiperkasa (MAPI), yang dikonfirmasi saat pemeriksaan saksi pada 26 Februari 2025.

Haniv diketahui menerima gratifikasi sebesar Rp 804 juta yang berkaitan dengan penyelenggaraan fashion show merek FH Pour Homme by Feby Haniv, bisnis milik anaknya, Feby Paramita.

Pada 5 Desember 2016, Haniv mengirimkan surat elektronik kepada pejabat pajak lainnya agar mencari sponsor untuk acara tersebut. Beberapa perusahaan menyetorkan dana langsung ke rekening Feby dengan jumlah total Rp 300 juta.

Selama periode 2016–2017, Feby menerima Rp 387 juta dari wajib pajak di Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus dan Rp 417 juta dari sumber lainnya. Haniv juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk valuta asing senilai Rp 6,66 miliar serta memiliki deposito di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp 14,08 miliar, sehingga total gratifikasi yang diterimanya mencapai Rp 21,56 miliar.

Kasus Korupsi Dana BOS di SMP Negeri 9 Ambon

Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon menetapkan Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinusa, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan total kerugian negara mencapai Rp1,8 miliar.

Ia diduga melakukan penyalahgunaan dana tersebut bersama dua tersangka lainnya, yakni bendahara sekolah Mariance Latumeten dan mantan bendahara Yuliana Puttileihalat.

Kasus ini bermula dari pengelolaan dana BOS sejak 2020 hingga 2023 dengan total alokasi mencapai Rp5,8 miliar. Namun, dalam pengelolaannya, hanya tiga tersangka yang terlibat tanpa melibatkan pihak lain di sekolah. Selain itu, ditemukan adanya belanja fiktif dan pembayaran gaji guru honorer serta pegawai tidak tetap yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Kasus Penggelapan Aset Korban Robot Trading Fahrenheit

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan mantan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat berinisial AZ sebagai tersangka dalam kasus penggelapan aset korban penipuan "Robot Trading Fahrenheit" dengan nilai mencapai Rp23,2 miliar.

Kasus ini bermula saat Kejati DKI melakukan eksekusi pengembalian barang bukti senilai Rp61,4 miliar pada 23 Desember 2023. Seharusnya, seluruh dana tersebut dikembalikan kepada para korban melalui kuasa hukum mereka, BG dan OS.

Namun, kedua kuasa hukum itu diduga membujuk AZ agar menyalahgunakan sebagian uang tersebut. Akibatnya, AZ menerima Rp11,5 miliar, sementara sisanya dibagi antara dua kuasa hukum tersebut.

Kasus Korupsi Proyek Lombok City Center (LCC)

Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi kerja sama operasional (KSO) antara BUMD PT Tripat dan PT Bliss dalam proyek pembangunan Lombok City Center (LCC). Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp39 miliar.

Sebelumnya, Kejati NTB telah menetapkan dua tersangka lain, yakni mantan Direktur PT Tripat, Lalu Azril Sopiandi, dan mantan Direktur PT Bliss, Isabel Tanihaha. Zaini Arony diduga berperan sebagai penghubung antara kedua perusahaan serta menerbitkan surat persetujuan dan menandatangani perjanjian kerja sama pada 8 November 2013.

Kontributor : Dini Sukmaningtyas

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI