Suara.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), perusahaan tekstil yang dulunya berstatus saham blue chip, kini menghadapi ancaman delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ancaman ini muncul setelah perusahaan mengumumkan penutupan permanen operasional pabrik pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit.
SRIL, yang dikenal dengan merek Sritex, pernah menjadi salah satu emiten unggulan di BEI. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang berujung pada penutupan pabrik.
Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan, operator masih menunggu perkembangan kasus Sritex. Dirinya, tak secara gamblang bilang bahwa ada potensi Sritex keluar atau delisting dari perdagangan BEI.
"Terkait dengan hal tersebut tentu kita tunggu dulu teman-teman. Kita proses juga, kita siapkan. Tentunya kita nunggu perkembangan," ujar Nyoman di Gedung BEI, Jumat (28/2/2025).
Dia menuturkan, BEI dengan manajemen SRIL telah melakukan pertemuan. Sayangnya, nyoman masih irit bicara soal pertemuan tersebut.
"Kita kalau ada isu tertentu, tentu yang kita lakukan dulu adalah konfirmasi kepada manajemen, setelah itu kita inquiry lewat Keterbukaan Informasi, kita lakukan proses seperti visit, untuk kemudian nanti kita ambil tindakan," ucap dia.
Menurut Nyoman, proses delisting emiten itu juga tidak mudah, karena perlu bantuan pihak ketiga seperti profesi penunjang pasar modal.
Menurut Nyoman, proses delisting emiten itu juga tidak mudah, karena perlu bantuan pihak ketiga seperti profesi penunjang pasar modal.
Untuk diketahui, Sritex perusahaan tekstil raksasa yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi menutup pabriknya secara permanen pada tanggal 1 Maret 2025. Penutupan ini berdampak pada ribuan karyawan yang harus kehilangan pekerjaan.