Kerikil Itu Bernama Utang Sindikasi, Hingga Pabrik Legendaris Sritex Tutup Permanen

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:16 WIB
Kerikil Itu Bernama Utang Sindikasi, Hingga Pabrik Legendaris Sritex Tutup Permanen
Para buruh melambaikan tangan ke patung pendiri PT Sritex Tbk, Lukminto, Jumat (28/2/2025). [Suara.com/Ari Welianto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil Indonesia resmi menutup pabrik operasionalnya mulai 1 Maret 2025 usai dinyatakan pailit. Hari ini Jumat (28/2/2025) adalah hari terakhir para pekerja bekerja di pabrik legendaris itu.

Keputusan ini mengakhiri babak panjang perjuangan perusahaan dalam menghadapi tumpukan utang yang membengkak.

Sritex sendiri terjerat dalam utang sindikasi hingga akhirnya mengalami kebangkrutan.

Perjalanan Sritex menuju jurang pailit dimulai pada tahun 2019. Saat itu, perusahaan diketahui mengambil utang sindikasi sebesar USD350 juta dolar AS atau setara Rp5,6 triliun yang diberikan oleh 29 bank dan lembaga keuangan.

Baca Juga: Era Sritex Berakhir: Ungkapan Emosional Iwan Lukminto Saat Pabrik Tutup Permanen

Utang ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat.

Pinjaman tersebut, diatur dan dibantu oleh Citibank, DBS Bank dan HSBC sebagai Mandated Lead Arrangers dan Bookrunners ("MLABs"), pada awalnya ditandatangani dengan 3 MLAB pada 2 Jan 2019, dan kemudian bergabung dengan 26 institusi lain dalam sindikasi tersebut.

Kala itu emiten dengan sandi SRIL ini mengklaim pinjaman itu digunakan untuk mendanai pelaksanaan penawaran tender obligasi pada Januari 2019, di mana Sritex melakukan pembelian kembali awal atas sebagian dari obligasi USD yang jatuh tempo pada Juni 2021 dimana hal ini merupakan inisiatif manajemen yang proaktif.

SRIL juga mengklaim bahwa pinjaman sindikasi ini lebih kompetitif dari segi biaya, dengan suku bunga yang lebih rendah pada waktu itu, sehingga akan membantu Perusahaan untuk mencapai penghematan biaya bunga dibandingkan obligasi USD yang kuponnya lebih tinggi.

Bagian yang tersisa dari Pinjaman Sindikasi USD350 juta digunakan untuk keperluan umum perusahaan termasuk pembiayaan kembali fasilitas bank bilateral tertentu yang pada awalnya digunakan untuk kebutuhan modal kerja.

Baca Juga: BSI Perluas Layanan Remitansi di Korea Selatan, Incar Penggemar Kpop?

Pinjaman Sindikasi USD350 juta diatur tanpa jaminan atau unsecured loan, yaitu tanpa jaminan yang diberikan kepada Pemberi Pinjaman. Bersamaan dengan Pinjaman Sindikasi, Sritex juga mengambil kesempatan untuk meminta bank-bank lain memperluas fasilitas bank bilateral untuk melepaskan semua jaminan.

Dengan demikian, semua fasilitas kredit Sritex akan diperpanjang dengan tanpa jaminan, dibandingkan dengan situasi sebelumnya di mana sebagian besar fasilitas bank ada jaminan sementara obligasi tidak ada jaminan.

Namun, harapan tersebut pupus, kondisi keuangan Sritex justru kocar-kacir mulai tahun 2021. Sejumlah faktor internal dan eksternal berkontribusi terhadap kesulitan Sritex dalam melunasi utang tersebut. Penurunan permintaan pasar, persaingan global, pandemi Covid-19 hingga serbuan produk tekstil impor yang jauh lebih murah membuat kas Sritex babak belur hingga diputus pailit.

Kini pabrik legendaris itu secara resmi tutup permanen karena ditelan tumpukkan utang dan menyebabkan hampir 12.000 pekerjanya di PHK.

Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto menyampaikan terima kasih atas loyalitas dan dedikasi para karyawan yang telah bersama membangun perusahaan tekstil tersebut.

Diketahui hari ini Jumat (28/2/2025) merupakan terakhir kalinya opersional pabrik milik Sritex usai diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang.

"Kalau dihitung para karyawan ini sudah bersama selama 21.382 hari sejak Sritex berdiri pada 16 Agustus 1966," kata Iwan di Semarang dikutip Antara.

Menurut dia, terdapat sekitar 8 ribu karyawan Sritex di Kabupaten Sukoharjo yang harus kehilangan pekerjaan akibat pailit tersebut

Sementara secara keseluruhan, terdapat 12.000 karyawan Sritex dan tiga anak usahanya yang kehilangan pekerjaan.

"Kami berduka, namun kami harus terus memberi semangat," katanya.

Iwan juga menyampaikan terima kasih atas dukungan pemerintah selama proses kepailitan ini bergulir.

Ia menegaskan manajemen Sritex akan kooperatif dan bekerja sama dengan kurator agar proses pemberesan tersebut bisa berjalan lancar.

Ia juga memastikan akan mengawal proses pemberesan kepailitan sehingga hak-hak para karyawan dipastikan terpenuhi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI