Suara.com - Wall Street menutup perdagangan Kamis (27/2/2025) dengan catatan merah, dipicu oleh pelemahan saham-saham teknologi, terutama Nvidia, yang menarik indeks Nasdaq dan S&P 500 turun tajam.
Pelemahan ini diduga karena proyeksi margin kotor kuartalan yang lebih lemah dari perkiraan membuat investor kecewa. Selain itu, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS juga menambah tekanan pada pasar.
Indeks S&P 500 turun 1,59%, sementara Nasdaq anjlok 2,78%. Dow Jones Industrial Average juga melemah, meski tidak sebesar dua indeks lainnya, dengan penurunan sebesar 0,45%.
Saham Nvidia, salah satu raksasa teknologi di bidang chip dan kecerdasan buatan (AI), merosot 8,5%, menghapus nilai pasar sebesar US$274 miliar dalam satu hari perdagangan. Pelemahan Nvidia juga berdampak pada saham-saham produsen chip lainnya, seperti Broadcom yang turun lebih dari 7% dan Advanced Micro Devices (AMD) yang melemah lebih dari 5%. Indeks semikonduktor Philadelphia bahkan anjlok 6,1%, menandakan sentimen negatif yang kuat di sektor teknologi.
Selain faktor internal, reli AI di Wall Street juga mendingin setelah perusahaan China, DeepSeek, meluncurkan model kecerdasan buatan berbiaya rendah pada Januari lalu.
Hal ini menambah tekanan pada saham-saham teknologi yang sebelumnya menjadi penggerak utama pasar. Investor kini menanti rilis data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS, yang dijadwalkan pada Jumat (28/2), untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang inflasi dan arah kebijakan Federal Reserve.
Bursa Asia Beragam di Tengah Ancaman Tarif Baru dari Trump
Sementara itu, bursa saham Asia-Pasifik menunjukkan kinerja beragam pada perdagangan Kamis (27/2/2025). Meskipun indeks utama Wall Street sempat mencatat kenaikan di sesi sebelumnya, ancaman tarif baru dari mantan Presiden AS, Donald Trump, menciptakan ketidakpastian di pasar.
Di Australia, indeks S&P/ASX 200 naik 0,33%, sementara di Jepang, Nikkei 225 menguat 0,30% dan Topix naik 0,73%. Namun, di Korea Selatan, indeks Kospi turun 0,73%, dan Kosdaq melemah 0,07%. Saham Seven & i Holdings, operator toko swalayan asal Jepang, anjlok signifikan sebesar 11% setelah rencana akuisisi oleh keluarga pendirinya gagal mendapatkan pembiayaan.
Baca Juga: Emiten Ini Cetak Penjualan Rp7,5 Triliun, Prospek Saham Moncer di Tengah Guncangan Ekonomi
Menurut laporan Yomiuri, perusahaan tersebut membatalkan rencana pembelian manajemen yang sebelumnya diperkirakan mencapai lebih dari 8 triliun yen (sekitar US$53,69 miliar).