Seiring berjalannya waktu, dugaan penyalahgunaan dana mulai mencuat. Investigasi dari berbagai lembaga keuangan internasional, termasuk Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ), mengungkap bahwa miliaran dolar dana 1MDB diduga diselewengkan ke rekening pribadi individu tertentu.
Skandal ini mencapai puncaknya pada tahun 2015 ketika terungkap bahwa sejumlah besar dana 1MDB digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian properti mewah, karya seni mahal, serta pendanaan produksi film Hollywood seperti "The Wolf of Wall Street".
Najib Razak, yang saat itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri, menghadapi tekanan besar dari dalam dan luar negeri.
Investigasi oleh otoritas keuangan Malaysia dan berbagai negara lainnya mengungkap bahwa dana yang berasal dari 1MDB telah mengalir ke berbagai entitas dan individu, termasuk Jho Low, seorang pengusaha yang dianggap sebagai dalang di balik skema ini.

Apa Dampak dan Konsekuensi Skandal 1MDB?
Skandal 1MDB berdampak besar terhadap politik Malaysia. Pada Pemilu 2018, Najib Razak dan koalisinya, Barisan Nasional, mengalami kekalahan yang mengejutkan. Mahathir Mohamad, yang kembali menjabat sebagai Perdana Menteri, berjanji untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas.
Najib kemudian didakwa atas berbagai tuduhan terkait penyalahgunaan dana, pencucian uang, dan penyalahgunaan kekuasaan. Pada tahun 2020, ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.
Selain dampak politik, skandal ini juga mengguncang kepercayaan investor terhadap sistem keuangan Malaysia. Pemerintah terpaksa mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan ekonomi dan membayar kembali utang yang ditinggalkan oleh 1MDB. Banyak aset 1MDB yang disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara.
Bagaimana Keterkaitan Danantara dengan Skandal 1MDB?
Baca Juga: Mayoritas Saham Koleksi Danantara Kompak Merah, Ada yang Anjlok 4,78 Persen
Danantara dirancang untuk mengelola aset dengan nilai lebih dari US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14 ribu triliun. Namun, ambisi besar ini dinilai memiliki tingkat risiko yang tinggi oleh sejumlah pakar ekonomi dan keuangan.