Suara.com - Kortastipidkor Polri telah memeriksa 50 saksi dari PT Hutama Karya terkait dugaan korupsi dalam proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto milik PTPN XI yang terintegrasi dalam skema Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) pada tahun 2016.
Hal ini diungkapkan oleh Kasubdit II Kortastipidkor Polri, Kombes Pol. Bhakti Eri Nurmansyah, saat menjawab pertanyaan awak media mengenai jumlah saksi yang telah diperiksa.
“Sudah cukup banyak. Sekitar 50 saksi yang diduga mengetahui kasus ini telah kami periksa,” kata Bhakti usai melakukan penggeledahan di Kantor PT Hutama Karya, Gedung HK Tower, Cawang, Jakarta Timur, pada Kamis (20/2/2025).
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk dokumen dan data yang relevan dengan kasus ini. Barang bukti tersebut diamankan dari beberapa ruangan yang digeledah, seperti ruangan direksi dan komisaris.
Baca Juga: Korupsi Meja Kursi SD, Wali Kota Semarang dan Suami Diciduk KPK
Mengingat kasus ini terjadi pada tahun 2016, terdapat perubahan susunan direksi dan komisaris di PT Hutama Karya. Bhakti menegaskan bahwa penyidik akan mendalami peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat pada waktu itu.
“Kami akan memeriksa secara detail peran dan tanggung jawab para direksi dan pihak terkait lainnya. Proses ini akan disesuaikan dengan posisi dan tanggung jawab mereka pada masa itu,” jelasnya, dikutip dari Antara.
Kortastipidkor Polri sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI yang terintegrasi EPCC pada tahun 2016. Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigjen Pol. Arief Adiharsa, menjelaskan bahwa proyek ini merupakan bagian dari program strategis BUMN yang didanai melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan dalam APBN-P tahun 2015.
Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp871 miliar. Namun, dari hasil penyelidikan, ditemukan indikasi pelanggaran hukum dalam proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, dan pembayaran proyek. Hal ini menyebabkan proyek tidak selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.
- Arief mengungkapkan beberapa penyimpangan yang terjadi dalam proyek ini, di antaranya:
Anggaran Tidak Sesuai: Anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto tidak mencukupi dan tidak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak yang telah disepakati. - Komunikasi Intensif Sebelum Lelang: Direktur Utama PTPN XI (berinisial DP) dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI (berinisial AT) telah berkomunikasi secara intensif dengan pihak KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam jauh sebelum lelang dilakukan, dengan tujuan meloloskan KSO tersebut sebagai penyedia proyek.
- Pelelangan Tidak Sesuai Prosedur: Panitia lelang tetap melanjutkan proses lelang meskipun hanya satu perusahaan, yaitu PT WIKA, yang memenuhi syarat prakualifikasi. Sementara itu, KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan sembilan perusahaan lainnya gagal memenuhi syarat karena dukungan bank yang belum menjadi komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop yang berada di luar negeri.
- Perubahan Kontrak: Isi kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja yang telah disepakati, termasuk penambahan uang muka sebesar 20% dan pembayaran melalui letter of credit (LC) ke rekening luar negeri. Tanggal penandatanganan kontrak juga tidak sesuai dengan tanggal yang seharusnya.
- Tidak Ada Studi Kelayakan: Proyek ini dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Selain itu, jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan telah kedaluwarsa dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor melalui LC juga dinilai tidak wajar.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut menyebabkan proyek ini mangkrak hingga saat ini. Meskipun proyek tidak selesai, PTPN XI telah mengeluarkan hampir 90% dari total nilai kontrak kepada kontraktor.
Baca Juga: Mbak Ita dan Suami Sempat Berangkat ke Jakarta Penuhi Panggilan KPK, Tapi Kembali karena Sakit
Penyidik akan terus mendalami kasus ini dengan memeriksa lebih detail peran dan tanggung jawab para pihak yang terlibat, termasuk perubahan susunan direksi dan komisaris PT Hutama Karya. Barang bukti yang telah disita dan keterangan para saksi akan menjadi dasar untuk mengungkap lebih lanjut dugaan korupsi dalam proyek ini.
Kasus ini menjadi sorotan penting mengingat besarnya nilai proyek dan dampaknya terhadap kerugian negara.