Sulami juga melihat bahwa poin-poin yang dimasukkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes justru mengakomodir keinginan pihak asing. Semestinya, katanya, Kemenkes seharusnya membuat regulasi berdasarkan kondisi di dalam negeri.
Adopsi aturan turunan dari kebijakan itu malah merujuk pada kebutuhan asing, seperti memuat pasal-pasal Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal, Indonesia secara resmi tidak meratifikasi FCTC.
"Kami tegaskan bahwa semua regulasi industri hasil tembakau yang dikeluarkan Kemenkes ini lebih menyerang daripada perjanjian yang ada di FCTC. Ini bukan pengendalian, tapi sudah mematikan," pungkas dia.