Suara.com - Kebijakan yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto terus menerima berbagai kritik dari berbagai pihak. Beberapa kebijakan yang menuai kontroversi antara lain kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan upaya efisiensi yang memaksa beberapa kementerian dan lembaga (K/L) untuk menekan pengeluaran mereka.
Meskipun akhirnya kenaikan pajak tersebut dianulir. Untuk mendanai program prioritas seperti pemberian makan bergizi gratis, beberapa instansi terpaksa melakukan pengurangan pegawai, termasuk mem-PHK sejumlah tenaga honorer.
Ironisnya, di tengah upaya efisiensi yang digembar-gemborkan, pemerintah justru dinilai boros dengan menambah staf khusus dari berbagai kalangan, termasuk artis seperti Deddy Corbuzier. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi kebijakan yang diambil.
Sementara itu, Vietnam, negara tetangga Indonesia, mengambil langkah berbeda dengan memperpanjang pemotongan PPN dari 10% menjadi 8% hingga Juni tahun depan. Kebijakan ini disetujui oleh Majelis Nasional Vietnam dan diharapkan dapat mendorong produksi dan bisnis, meskipun akan mengurangi pendapatan negara sekitar 26,1 triliun dong (setara dengan Rp 16 triliun) pada paruh pertama tahun 2025.
Baca Juga: Badan Gizi Nasional Ngaku Ikut Kena Pemangkasan Anggaran, Program Makan Bergizi Gratis Terdampak?
Sejak 2022, Vietnam telah menerapkan pemotongan PPN untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi Covid-19, yang berhasil meningkatkan konsumsi domestik dan pertumbuhan penjualan eceran sebesar 19,8% pada tahun tersebut.
Vietnam juga berencana mengurangi jumlah kementerian dan lembaga dari 30 menjadi 22 untuk menghemat anggaran.
Selain itu, pemerintah Vietnam akan mengurangi jumlah pegawai negeri, polisi, militer, dan pekerja media. Pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam, menyatakan bahwa lembaga negara tidak boleh menjadi tempat berlindung bagi pejabat yang tidak kompeten.
Langkah ini menimbulkan keresahan di negara yang selama ini menganggap pekerjaan di sektor publik sebagai pekerjaan seumur hidup. Lam mengibaratkan langkah ini seperti "minum obat pahit" untuk menyembuhkan tubuh yang sakit.
Pada tahun 2022, hampir 2 juta orang bekerja di sektor publik Vietnam, dan diperkirakan 1 dari 5 pekerjaan ini akan hilang dalam lima tahun ke depan. Sekitar 100.000 orang akan diberhentikan atau ditawarkan pensiun dini, meskipun belum jelas bagaimana target pengurangan yang lebih besar akan dicapai.
Baca Juga: Efisiensi Bikin Dana KIP Kuliah dan Beasiswa Dipangkas, Publik Ngamuk: Pemerintah Zalim!
Pemerintah Vietnam memperkirakan penghematan dari pemotongan belanja ini bisa mencapai US$ 4,5 miliar (Rp 73,55 triliun) dalam lima tahun ke depan, meskipun harus mengeluarkan biaya lebih dari US$ 5 miliar untuk paket pensiun dan pesangon.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Vietnam pada tahun 2024 mencapai 7,1%. Sebagai pusat manufaktur global yang sangat bergantung pada ekspor, Vietnam menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun ini.
Langkah efisiensi anggaran juga banyak dilakukan negara lain, seperti Argentina dan Amerika Serikat. Argentina sendiri terbukti cukup baik dalam melakukan penghematan anggaran dengan menghapus Kementerian dan Lembara yang dianggap nirprestasi. Sedangkan AS, menargetkan pembubaran sejumlah lembaga demi menghemat anggaran pula usai Elon Musk menyatakan ancaman kebangkrutan akibat defisit anggaran.
Sayangnya, berkebalikan dengan Argentina, Indonesia yang mengklaim melakukan efisiensi justru menambah kementerian dengan berbagai tambahan para stafsus yang semakin membebani anggaran.