Suara.com - Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) mengalami penurunan tajam pada penutupan perdagangan Rabu (12/2/2025). Harga saham BRMS menyentuh level Rp 338 atau minus sekitar 7%.
Sebanyak 1,16 miliar saham BRMS diperdagangkan dengan nilai transaksi mencapai Rp 397 miliar. Penurunan ini terjadi di tengah isu penolakan warga terhadap operasional tambang anak usaha BRMS, Citra Palu Mineral (CPM) di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Warga setempat menyegel kantor CPM sebagai bentuk protes terhadap aktivitas pertambangan yang mereka anggap merugikan lingkungan dan masyarakat.
Meskipun demikian, pihak korporasi BRMS mengklaim bahwa penyegelan kantor tersebut tidak mengganggu operasional CPM. Mereka menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tetap berjalan seperti biasa.
Sementara di Palu, kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu.
"Seluruh rangkaian kegiatan pertambangan berikut pengolahan yang dilakukan CPM dilaksanakan berdasarkan studi-studi yang lengkap dan dijalankan oleh tenaga ahli dan peralatan berteknologi terkini sehingga seluruh dampak kegiatan dapat diturunkan serendah mungkin atau bahkan dihilangkan," kata Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Minerals, Muhammad Sulthon.
Saham Bumi Resources Minerals (BRMS) sempat disebut-sebut berpotensi masuk ke MSCI Global Standard Index. Tapi, pengumuman MSCI pada 11 Februari tak menyebutkan BRMS.
Perseroan menegaskan bahwa analisis dampak lingkungan telah dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Manajemen pun mengklaim, kontrak Karya CPM untuk Blok Poboya berlaku hingga 3 Desember 2050, setelah mendapatkan Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi pada 14 November 2017. Kontrak tersebut mencakup masa konstruksi selama tiga tahun serta masa operasi produksi selama 30 tahun.
Sebaliknya, di Palu, mahasiswa menggelar aksi mengecam aktivitas tambang PT Citra Palu Minerals (PT CPM), anak perusahaan PT Bumi Resources Minerals (BRMS), di Poboya, Kota Palu yang dianggap merusak lingkungan, mencemari air, dan merampas kehidupan masyarakat lokal. Koordinator aksi, Fadel, menyampaikan kecaman keras terhadap perusahaan tersebut, menyebut kegiatan mereka sebagai "eksploitasi brutal".
Sebelumnya, aksi dilakukan juga oleh Front Pemuda Kaili dan masyarakat lingkar tambang. Mereka menyampaikan protes terhadap aktivitas pertambangan CPM. Masyarakat menyoroti potensi dampak lingkungan dari kegiatan tambang yang dilakukan CPM di Blok Poboya, Palu. Mereka menduga bahwa operasi pertambangan tersebut dapat merusak ekosistem sungai, menyebabkan penurunan muka tanah, dan berisiko tinggi karena berada di kawasan rawan gempa.
Sementara Pengamat Pasar Modal, Teguh Hidayat menilai hal yang wajar kalau saham BRMS anjlok mengingat sebulan terakhir ini saham-saham lain juga turun. Menurut dia, kalau BRMS diterpa isu pencemaran lingkungan dan seterusnya itu memang sering muncul. Salah satunya anak usaha BRMS bidang emas, yakni PT. Citra Palu Mineral (CPM).
Jika melihat 6 bulan terakhir, kata Teguh, saham BRMS itu masih naik banyak dan salah satunya sentimen dari Citra Palu Mineral karena harga emas lagi naik terus. Makanya, ia melihat memang yang sudah mulai berproduksi dalam waktu dekat ini CPM sehingga mungkin mulai banyak lagi isu aneh-aneh.
“Saya lebih melihat sahamnya turun karena koreksi pasar aja. Kalau kita lihat 6 bulan terakhir kan masih naik banyak. 6 bulan lalu itu dia (BRMS) masih di 200-an, sekarang sempat 400, turun 300 sekian, tapi kan masih naik juga,” ungkapnya.