Suara.com - PT Bumi Resource Minerals Tbk. (BRMS) angkat bicara setelah diminta masyarakat yang tergabung dalam Front Pemuda Kaili (FPK) Sulawesi Tengah untuk mencabut izin tambang emas. Aktivitas tambang emas itu dikerjakan oleh anak usaha BMRS yaitu, PT Citra Palu Minerals (CPM).
Direktur dan Sekretaris Perusahaan BRMS, M Sulthon tak mengelak jika memang kegiatan penambangan emas di Sulteng tersebut diprotes massal, karena berpotensi berbahaya bagi lingkungan dan rawan gempa.
Namun, saat ada aksi masa tersebut, perwakilan CPM telah memberi keterangan lebih lanjut, bahwa penambangan itu terjadi setelah perseroan mendapat perizinan dari pemerintah. Selain itu, perizinan penambangan emas itu disertai kewajiban good mining practices.
"Seluruh rangkaian kegiatan pertambangan berikut pengolahan yang dilakukan CPM dilaksanakan berdasarkan studi-studi yang lengkap dan dijalankan oleh tenaga ahli dan peralatan berteknologi terkini sehingga seluruh dampak kegiatan dapat diturunkan serendah mungkin atau bahkan dihilangkan," ujar Sulthon dalam seperti dikutip dalam keterbukaan informasi, Rabu (12/2/2025).
Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Telisik Dugaan Pencemaran Tambang Emas di Sulteng
Lebih lanjut, dia menuturkan, metode yang saat ini digunakan CPM dalam kegiatan pertambangan adalah metode tambang terbuka (open pit).
Selain itu, saat ini CPM juga tengah mempersiapkan tambang bawah tanah dengan melakukan pembuatan box cut dan portal yang akan digunakan untuk pembuatan terowongan menuju bijih untuk penambangan bawah tanah,
"Perizinan utama yang dimiliki anak usaha Perseroan, CPM, untuk melakukan penambangan terbuka (open pit) maupun penambangan bawah tanah (underground mine) antara lain yaitu Kontrak Karya, persetujuan Peningkatan ke Tahap Operasi Produksi, Persetujuan Tekno Ekonomi Studi Kelayakan, Persetujuan Lingkungan Hidup/AMDAL, Izin Penggunaan Bahan Peledak, Izin Peledakan, izin-izin lain yang lebih teknis terkait dengan pengoperasian tambang bawah tanah," jelas Sulthon.
Sulthon menegaskan, CPM juga telah melakukan analisis dampak lingkungan dalam kegiatan pertambangan baik melalui metode tambang terbuka, maupun metode tambang bawah tanah dan telah memperoleh persetujuan lingkungan hidup berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
"Batas waktu Kontrak Karya CPM sejak dikeluarkannya Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi pada 14 November 2017 akan berakhir pada 30 Desember 2050 dengan ketentuan jangka waktu kegiatan konstruksi selama 3 tahun dan jangka waktu Kegiatan operasi produksi selama 30 tahun," beber dia.
Baca Juga: Izin Tambang Emas Anak Usaha Emiten BMRS Diminta Dicabut
Sebelumnya, Ratusan massa yang tergabung dalam Front Pemuda Kaili (FPK) Sulawesi Tengah menggeruduk kantor Gubernur pada, Senin (10/2/2025). Massa meminta agar Presiden Prabowo Subianto mencabut izin konsesi kontrak karya (KK) CPM.
Mereka menganggap bahwa selama beroperasi PT CPM tidak menyejahterakan masyarakat di sekitar pertambangan.
Terhadap massa yang menyambangi kantornya, Gubernur Rusdy Mastura berjanji akan membawa aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat untuk dicari jalan keluarnya.
“Sehari pun sisa jabatan gubernur saya masih memiliki kewajiban pada negara untuk melayani masyarakat. Aspirasi ini akan saya bawa ke bapak menteri ESDM dan bapak presiden (Prabowo),’’ kata Rusdy.