Pakar Nilai Ada Upaya Asing Jegal Industri Tembakau Dalam Negeri

Achmad Fauzi Suara.Com
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:16 WIB
Pakar Nilai Ada Upaya Asing Jegal Industri Tembakau Dalam Negeri
Buruh di gudang tembakau Nuren, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, memilah daun tembakau kering. Usaha pengolahan tembakau bertahan menghadapi pandemi Covid-19. [suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah diduga memasukan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Hal ini diduga sebagai bentuk intervensi asing yang menyusup dalam penyusunan kebijakan.

Sebagai informasi, FCTC adalah perjanjian internasional yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur pengendalian tembakau secara restriktif.

Perjanjian internasional dan agenda-agenda WHO pun kini menjadi sorotan dunia. Pasalnya, Amerika Serikat (AS) yang merupakan donatur terbesar di WHO memutuskan hengkang dari badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.

Keputusan AS meninggalkan WHO disebut sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dari dominasi korporasi tertentu dalam menjalankan fungsi kesehatan. Tindakan ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia di tengah ancaman intervensi asing melalui rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Permenkes.

Baca Juga: Sampoerna Gelontorkan Rp 5,2 Triliun untuk Investasi Produk Bebas Asap di Karawang

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengatakan Indonesia harus menjaga kedaulatan negara agar tidak diintervensi oleh pihak asing. Menurutnya, semua kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia harus didasarkan pada kondisi di dalam negeri, bukan malah mengakomodasi keinginan asing.

Indonesia sendiri hingga saat ini tidak meratifikasi FCTC, perjanjian internasional yang dibuat oleh WHO untuk mengatur peredaran produk tembakau. Namun, pasal-pasal dalam FCTC disinyalir menyusup dalam aturan Indonesia melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkes.

"Saat ini ada upaya-upaya pihak asing untuk melakukan intervensi pada industri tembakau Indonesia. Padahal, industri tembakau di Indonesia membuka lebar penyerapan tenaga kerja di negara ini," ujar Hikmahanto seperti dikutip Rabu (12/2/2025).

Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai intervensi asing yang mendorong upaya ratifikasi FCTC secara langsung atau melalui adopsi berbagai kebijakannya, termasuk melalui inisiatif kebijakan Kemenkes.

Padahal, keputusan untuk tidak mengikuti perjanjian internasional itu merupakan hak sebuah negara, sehingga pihak lain tidak bisa memaksakan. Apalagi, Indonesia merupakan negara produsen tembakau yang memiliki ekosistem yang kompleks dan banyak warganya yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Baca Juga: Jadi Komoditas Andalan Jabar, Petani Tembakau Sumedang dan Garut Minta Perlindungan

Terlebih lagi, rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berpotensi menimbulkan berbagai masalah baru, seperti peningkatan rokok ilegal hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja di industri tembakau.

"Bila aturan ini diterapkan, justru rokok ilegal yang akan marak di masyarakat. Kalau rokok ilegal makin banyak, pemerintah bisa kehilangan pendapatan dari cukai rokok. Jangan sampai masalah gas elpiji terulang kembali di industri tembakau," kata dia.

Hikmahanto menyarankan agar Kemenkes lebih banyak berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang terkait dengan industri tembakau, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memastikan kebijakan yang berimbang. Langkah itu menjadi upaya agar pemerintah tidak terjebak dalam ego sektoral.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI