Suara.com - Industri petrokimia global menghadapi tantangan besar akibat lemahnya permintaan dan kelebihan pasokan. Mengutip portal ICIS.com, Korea Selatan sebagai pemain utama, merasakan dampak signifikan.
Empat produsen besar LG Chemical, Lotte Chemical, Kumho Petrochemical, dan Hanwha Solutions mengalami tekanan berat sepanjang 2024.
ICIS.com, menyebutkan bahwa LG Chemical mencatat kerugian bersih 899,2 miliar won atau Rp 10,13 Triliun pada kuartal IV 2024, berbanding terbalik dengan laba 128,5 miliar won pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Lotte Chemical juga merugi 514 miliar won pada kuartal III 2024 akibat lambatnya pemulihan permintaan. Kumho Petrochemical masih membukukan laba 61,3 miliar won pada kuartal IV 2024, tetapi turun 33% secara tahunan akibat lemahnya pasar.
Baca Juga: Petrokimia Gresik Garap Proyek Dekarbonisasi
Menghadapi krisis ini, Pemerintah Korea Selatan melonggarkan regulasi untuk mendukung industri petrokimia. Kawasan utama seperti Yeosu, Ulsan, dan Daesan ditetapkan sebagai Industrial Crisis Response Areas, sehingga mendapat akses bantuan finansial dan kebijakan strategis.
Strategi yang diterapkan meliputi restrukturisasi bisnis melalui insentif pajak, bantuan keuangan hingga 3 triliun won (USD 2,1 miliar), perpanjangan jatuh tempo pinjaman, serta pembebasan bea masuk minyak mentah untuk produksi nafta hingga akhir 2025.
Pemerintah Korea Selatan juga mendorong investasi R&D dalam bahan kimia khusus bernilai tinggi dan ramah lingkungan, serta mempercepat pembangunan terminal etana dan tangki penyimpanan untuk memastikan pasokan bahan baku lebih efisien.
Industri petrokimia Indonesia tengah menghadapi tekanan akibat meningkatnya impor bahan baku plastik dan produk jadi dengan harga dumping. Hal ini menurunkan utilisasi industri dalam negeri dan memperkecil pangsa pasar produk lokal.
Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), Suhat Miyarso, mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, industri petrokimia dan hilir plastik mengalami tekanan berat terjadi akibat penurunan pemasaran, rendahnya operating rate dampak dari banjirnya bahan baku import, ditengah kondisi kelebihan supply bahan baku global serta naiknya harga bahan baku dan gas. Saat ini Inaplas megajukan petisi safeguard LLDPE melalui KPPI - Kementerian Perdagangan.
“Saat ini, utilisasi produksi nasional Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) hanya sekitar 60%, jauh dari kapasitas maksimalnya—masing-masing 1,2 juta ton dan 935 ribu ton per tahun. Akibat ketidakpastian pasar dan tekanan impor, beberapa proyek petrokimia besar yang direncanakan pada 2023 tertunda atau dikaji ulang,” terang Suhat Miyarso ditulis Selasa (11/2/2025).
Untuk mengatasi tantangan ini, Inaplas terus mendorong pemerintah menerapkan kebijakan yang melindungi industri dalam negeri, termasuk anti-dumping, safeguard, dan SNI wajib untuk produk petrokimia.
Tanpa langkah strategis, industri petrokimia nasional akan terus tertekan. Indonesia bisa meniru kebijakan Korea Selatan untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutannya.