Suara.com - PT Brantas Abipraya (Persero) telah menuntaskan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Proyek pembangunan ini merupakan bukti nyata kotribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang Konstruksi ini dalam menangani permasalahan sampah di IKN.
Berlokasi di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), tempat pengolahan ini tak hanya dibangun dengan desain yang unik dan futuristik, namun juga dapat mengolah sampah menjadi energi.
“TPST ini dirancang menggunakan elemen modern, bergaya konstruksi estetika, menyatu harmonis dengan lingkungan hijau disekitarnya. Dibangun di atas lahan seluas 22,15 hektar, TPST ini berpotensi dapat mengolah sampah sebesar 74 ton per hari dan lumpur sebanyak 15 ton per hari,” ujar Direktur Operasi II Brantas Abipraya, Purnomo.
Baca Juga: Polemik Anggaran IKN, Bahlil: Pembangunan Tetap Berjalan
Ia menambahkan, adapun beberapa fungsi dari TPST antara lain dapat memisahkan sampah organik dan anorganik; mendaur ulang sampah yang dapat digunakan kembali, mengubah sampah organik menjadi kompos, menangani sampah yang tidak dapat didaur ulang dan mengolah sampah menjadi energi baru terbarukan.
Dengan luas lahan TPST 1,3 hektar, sistem pengolahan sampah di KIPP IKN ini memerlukan konsep untuk dapat menopang berjalannya perencanaan kota yang baik, yang didesain terintegrasi dengan komponen penunjang lainnya.
Nantinya, dengan adanya TPST ini dapat menghasilkan emisi di atas standar yang ditentukan sebesar 60% sampah yang ditimbulkan harus didaur ulang. Sistem pengelolaan sampah terkoneksi dengan internet yang dapat diakses oleh penduduk, serta residu dari pengolahan minimum.
Tak hanya itu, adanya TPST ini nantinya tidak menghasilkan emisi di atas standar yang ditentukan (net zero emission) dan memiliki residu dari pengolahan minimum.
“Hasil sampah ini akan dibenahi sehingga menjadi tenaga listrik yang tidak membebani lingkungan. Sehingga pembangunan TPST ini dapat sejalan dengan prinsip yang diteladani oleh IKN Nusantara yaitu kota modern yang berkelanjutan (smart forest city),” tutup Purnomo.