Biaya Konstruksi Naik 30 Persen, Investor Properti Gigit Jari?

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 04 Februari 2025 | 17:30 WIB
Biaya Konstruksi Naik 30 Persen, Investor Properti Gigit Jari?
One Global Capital [Ist/Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Prospek pasar properti diprediksi menghadapi berbagai tantangan seiring proyeksi ekonomi global akan melambat pada tahun 2025, disebabkan oleh berbagai tantangan seperti kebijakan moneter yang ketat, konflik regional, dan proteksionisme. 

Sebagai informasi, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sekitar 2,7%, sedangkan IMF memperkirakan stagnasi di angka 3,2%. Kondisi ini berpotensi memengaruhi pasar investasi properti secara global.

Iwan Sunito, pendiri One Global Capital, platform investasi menyebut, kenaikan biaya konstruksi yang signifikan telah menyebabkan banyak proyek apartemen di lokasi non-prime dibatalkan. Selain itu, pasar perkantoran juga mengalami pelemahan di seluruh dunia.

“Meningkatnya biaya konstruksi hingga 30% dalam 5 tahun terakhir, kenaikan suku bunga hingga 3 kali, melunaknya pasar pembeli, serta menurunnya jumlah imigran dari China turut mempengaruhi kondisi saat ini,” jelas Iwan Sunito.

Menurut riset Savills, pasar perkantoran di Hong Kong dan China mengalami penurunan hingga 35%, sementara tingkat kekosongan perkantoran di Indonesia mencapai 25%, setara dengan kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles.

Di Australia, data dari CoreLogic dan PropTrack menunjukkan bahwa nilai properti hunian mengalami penurunan bulanan pertama dalam dua tahun terakhir.

Sunito menjelaskan bahwa industri properti di Australia sedang dalam fase kontraksi yang berdampak pada pasar. Tingkat penjualan lelang (auction rate) diprediksi berada di kisaran 55% hingga 65% secara nasional pada tahun 2025, mencerminkan kepercayaan konsumen yang menurun.

Kenaikan biaya konstruksi hingga 30% dalam lima tahun terakhir dan kenaikan suku bunga yang tiga kali lipat juga berkontribusi terhadap kondisi ini.

Secara terpisah, Louis Christopher dari SQM Research memprediksi permintaan hunian di Sydney akan menurun meskipun ada pertumbuhan populasi dan backlog unit hunian yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa calon pembeli semakin ragu untuk berinvestasi.

Baca Juga: Paula Verhoeven Terus Berkarya di Tengah Proses Cerai, Intip 3 Bisnis yang Digelutinya

“Turunnya permintaan hunian tersebut menjadi tanda bahwa ekonomi semakin melemah dan calon konsumen menjadi lebih ragu untuk membeli,” kata Christopher.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI