Menang Soal Diskriminasi Sawit, Menko Airlangga: Bukti RI Bisa Lawan Negara Besar

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 17 Januari 2025 | 18:13 WIB
Menang Soal Diskriminasi Sawit, Menko Airlangga: Bukti RI Bisa Lawan Negara Besar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perjalanan panjang melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit Indonesia di telah menemui titik terang. Melalui Panel Report (Laporan Hasil Putusan Panel) pada 10 Januari 2025 lalu, World Trade Organization (WTO) memutuskan bahwa Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang tidak adil dan merugikan bagi minyak sawit dan biofuel Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kemenangan di WTO untuk kelapa sawit. Jadi ini satu hal yang membuktikan bahwa dalam kasus kelapa sawit dan biodiesel, diakui Eropa melakukan diskriminasi terhadap Indonesia.

Dia melanjutkan, kemenangan ini merupakan bukti bahwa negara Indonesia bisa melawan dan bisa menang.

"Kemarin khusus untuk sawit, kita fight di REDD dan kita menang. Sehingga biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai sebuah kebijakan, itu mau gak mau dunia harus menerima, bahwa tidak hanya biodiesel berbasis rapeseed, soybean, dan yang lain, tetapi juga yang berbasis daripada CPO," ujarnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (17/1/2025).

Baca Juga: Indonesia Menang Lawan Uni Eropa, di WTO Diskriminasi Sawit Terbukti!

Selanjutnya, WTO juga berpendapat bahwa Uni Eropa tidak melakukan evaluasi yang tepat terhadap data yang digunakan untuk menetapkan biofuel yang berasal dari alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk), serta terdapat kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi risiko rendah ILUC (low ILUC-risk) dalam Renewable Energy Directive (RED) II. 

Dalam putusan WTO tersebut juga menyebutkan bahwa dalam konteks implementasi dari The French TIRIB (The Incentive Tax Relating to Incorporation Biofuels) atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi Prancis telah terbukti melakukan diskrimisasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit.

Pihak Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel berbasis minyak rapeseed dan soybean.

Adapun putusan tersebut akan diadopsi dalam waktu 60 hari dan akan mengikat bagi Indonesia dan Uni Eropa. Dengan demikian, Uni Eropa diminta untuk dapat menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation terkait hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dari WTO.

Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa keputusan tersebut tentu akan berdampak pada kebijakan yang diambil Uni Eropa yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR), dimana sebelumnya Uni Eropa secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang yang mengindikasi ketidaksiapan Uni Eropa.

Baca Juga: Mau Bicara ke Kurator, Pemerintah Mau Tetap Sritex Beroperasi Meski Pailit

Keputusan WTO tersebut tentu tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR. Indonesia akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak pro rakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41 persen penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat.

Selain itu, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa momen ini dapat memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk kian memperkuat strategi implementasi agar komoditas sawit tidak mengalami diskriminasi kembali.

"Dengan kemenangan ini, saya berharap bahwa cloud ataupun yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA ini bisa hilang dan dan kita bisa segera selesaikan IEU-CEPA," pungkas Menko Airlangga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI